Oleh : Nanae Zha
Seperti pada umumnya setiap pasangan pengantin baru akan
mengalami masa-masa ini. Perasaan berdebar-debar tidak karuan. Semua tamu
undangan telah pergi, keluarga juga tampaknya mulai lelah. Bejo yang sudah lama,
ingin segera menunaikan sunnah Rasul telah berpikir banyak tentang apa saja
yang akan dia lakukan.
Bejo segera menghampiri istrinya yang kali ini meski tanpa
hiasan tetap saja terlihat cantik. Dengan baju tidur panjang menjuntai yang
sebagian besar menutupi tubuhnya semakin membuat Bejo penasaran dengan
istrinya.
“Dik, sudah siapkah malam ini?”
Istrinya terdiam, seperti biasa Bejo selalu mengartikan diam
kekasih yang telah halalnya kini pertanda iya. Ia mengusap pipinya, dan mencium
keningnya perlahan. Tangannya mulai merengkuh istrinya lebih dalam ke dadanya.
“Hentikan, Mas! Maaf,” ucap istrinya tertunduk.
“Kenapa, Dik? Apa Adik belum siap?”
“Maaf Mas saya tidak bisa melakukannya.”
“Lho, maksud kamu apa? Bukankah setelah menikah kita halal
untuk melakukan itu. Lalu, kenapa kamu menolak? Apakah kamu tidak tahu, dosa
besar menolak keinginan suami. Dan ini sudah menjadi hak dan kewajiban bagi
orang yanag telah berumah tangga.”
“Saya, tahu Mas. Tapi, malam ini saya tidak bisa.”
“Lalu, kalau kamu tidak mau melayani suami untuk apa kita
menikah.” Bejo tampak gusar.
Bejo pun pergi malam itu tanpa mau mendengarkan penjelasan
Suci.
“Kenapa Bejo pergi, Ci?” tanya mamanya yang tampak kaget.
Suci menangis dan mengadu kepada mamanya Bejo marah padanya
karena ia menolak kewajiban sebagai seorang istri.
“Nak, Bejo tunggu ada apa?”
“Silakan Pak, Bu, kalau ternyata Suci sudah punya kekasih
lain kenapa mau menikah dengan saya.”
“Lho? Kata siapa Suci punya kekasih? Suci apa kamu punya?”
Suci menggeleng.
“Lalu kenapa? Suci menolak menunaikan kewajiban sebagai
istri?”
“Suci?!”
“Tapi, Suci beneran nggak bisa, Bu?”
“Emangnya kenapa? Itu adalah kewajiban istri.” Seluruh rumah
gempar, padahal tadi siang baru dilangsungkan akad dan resepsi yang megah, tapi
malam ini keributan telah terjadi.
“Bu ....” Suci membisikkan sesuatu pada ibunya.
“Owalah ... kirain ada apa toh Nduk! Nak, Bejo Suci ini anak
ibu yang dia tidak punya kekasih lain, dan dia bukan berarti tidak ingin
melayanimu malam ini saja, mungkin untuk seminggu kamu pun belum bisa
menyentuhnya.”
“Lho? Kok Ibu jadi ikuta-ikutan?”
“Soalnya Suci lagi menstruasi.”
“Oh, pantesan ternyata bukan yang lapar saja klo resek yang
lagi ‘dapet’ juga resek ya Bu.”
Bejo ... Bejo ... ternyata kamu ini kurang bejo untuk malam
pertama.
***