Judul Buku : Koma
Penulis : Rachmania Arunita
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 298 halaman
Horrreeee!! Akhirnya saya mendapatkan
buku ini dicetakan ke 4, setelah perjuangan memohon-mohon barter sama teman. Untuk Gelar, si ganteng kalem thanks karena sudah mengalah hehe...
Pertama kali mendengar promo yang besar-besaran saya langsung tertarik. Apalagi
seorang Rachmania penulis yang cukup saya kagumi ketika debut pertamanya dengan
novel “Eiffel... I’m in Love” dan langsung membuat saya jatuh cinta untuk
menulis novel dan berharap suatu saat novel saya bisa difilmkan. Haha..
Ok! Sekarang tentang buku barunya KOMA.
I
really love with the cover! Simple
tapi elegan. Dengan perpaduan warna yang eye
cathcing. Suka dengan penulisan KOMA, dimana huruf “O” nya benar-benar
pakai tanda “koma” terus lambang infinity-nya
keren! Well, meski banyak kontroversi
dengan cover “Koma, bukan Titik”
milik Fiksimini Palembang. Judul yang hampir sama pula. Hmm.. saya tidak mau
membahas masalah soal ini, tapi mencoba positif saja mungkin inspirasinya sama,
seperti halnya novel milik Bisma Dwibangga yang berjudul “Koma,Titik”. Bukankah
di dunia ini tidak ada yang benar-benar original??
KOMA milik Rachmania Arunita ini, bercerita
tentang jiwa-jiwa yang berkeliaran antara kehidupan dan kematian. Jani seorang
gadis yang mengalami koma karena sebuah kecelakaan. Akhirnya dalam keadaan koma
jiwa Jani bertemu dengan jiwa Leo. Leo seseorang yang mengajarinya banyak hal,
menuntunnya pada sebuah pemahaman tentang arti kehidupan, nasihatnya menjadi
sebuah perenungan yang sarat makna. Dan di sanalah mulai terjalin kisah
romantis dua jiwa namun tidak berlebihan. Perasaan cinta yang hangat, sederhana
dan tidak menggebu-gebu itu so sweet!
Tapi... jujur saja sebagai pengagum Rachmania saya
merasa kecewa. Ekspektasi saya sangat besar terhadap buku ini dan saya merasa
nggak dapet feel di buku ini. Ketika
saya mulai membaca beberapa halaman saja, saya merasa bosan. Terlalu banyak
narasi dan dialog panjang yang gak penting, banyak pengulangan kata dan kalimat
yang sama dengan makna yang itu-itu saja, seolah itu dibuat sengaja untuk
mempertebal buku. Dengan tebal 298 halaman ini saya merasa sia-sia. Saya juga
menemukan beberapa typo, di Bab 3 hal
101 “ sebelumnya, suara Alex selalu terdengar dengan lantang...” ehmm... seharusnya
itu Leo! Atau ada kalimat yang tidak konsisten, dinyatakan bahwa jiwa tidak
bisa menangis dan mengeluarkan air mata. Tapi di halaman 19 tertulis “ Aku
langsung menangis dengan terisak-isak...” lha
piye iki???
Setelah perjuangan beberapa minggu
mencoba menyelesaikan buku ini meski malas, lagi-lagi saya dibuat kecewa dengan
ending-nya. Ending-nya ENGGAK BANGET!! Konflik keluarga yang penyelasainnya gak
jelas. Kalau mau digantung kenapa nggak digantung sekalian, membuat sequel gitu?! Saya kira Leo akan siuman
dan di sana konflik terjadi lagi, kegalauan Jani dalam menentukan pilihan.
Tentang siapa pria yang dia cintai sebenarnya apakah Raka cinta di dunia nyatanya
ataukah Leo cinta dari dunia maya?
So, kisah cinta Leo terasa sia-sia
berharap Jani mengucapkan kata “Aku juga mencintaimu” thats it?! Lalu jiwa Leo
melayang, berkeliaran tanpa raga yang pasti kapan bangun atau mati. Hemmppth...
Saya kecewa :(
Tapi, ini pendapat saya lho sebagai
pecinta buku. Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda, mungkin jika
teman-teman yang baca akan sangat menarik jadinya. Jadi silakan jika masih
penasaran dengan KOMA yang satu ini... selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar