Yuhuuu
….
#GWP3
merupakan momen di mana saya bisa bertemu banyak orang, mengukir kenangan
bersama mereka. Ada kisah micin yang tertoreh. Pengalaman nyasar sama pakbapak
Gocar yang nggak mau buka aplikasi google map. Namun, kali ini saya tidak
akan membicarakan soal kecupuan saya selama di Jekardah. Atau tentang kutukan
micin saat bermain Werewolf di rumah #MahLi yang atas kebaikan memberi tumpangan
dan makan membuahkan hasil, hingga Mamah Lia Nurida bisa menjadi juara harapan
1 di event Gramedia Writing Project 3. Congrats,
Mahli yeay ....
Oh,
tidak lupa juga kepada “teman tidur” M. Dwipatra yang menjadi juara 1 dan Mamih
Indah menjadi juara 2. Dari 456 peserta
#GWP3 saya bangga pernah menjadi teman tidur, teman ngakak, teman micin kalian.
Uuncchhh ….
Terima
kasih tak terhingga untuk seluruh staf, editor, admin, tim seleksi dan jajaran
panitia GWP, atas kesempatan mengikuti Expert Class GWP 3 dan terus-terusan
ngasih makan selama acara haha …. Ternyata Mbak Rosi dan Ceu Hetih tidak
seseram dugaan saya. Love2 dah sama
keduanya. Ah, masih belum puas padahal pas bagian Ceu Hetih, kenapa waktunya
dikit? Hiks .
Dikarenakan
cuma ada 3 materi yang dikirim admin GWP, maka saya menyimpan sekaligus berbagi
ilmu yang sudah didapatkan saat mengikuti Expert Class GWP 3. Dengan mentor
yang keceh, mulai dari Tere Liye, Aan Mansyur, Benzbara, Rosi L. Simamora, dan
terakhir editor Hetih Rusli. Terima kasih atas ilmunya.
Expert Class with Tere
Liye.
Dari
sekitar 80 peserta saya terdaftar di kelompok 1. Kelas pertama bersama Tere
Liye membahas mengengai IDE. Segala sesuatu di sekitar kita bisa menjadi ide,
tapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Peserta
langsung disuguhkan dengan tugas membuat kalimat dengan unsur kata HITAM. #bah
haha
“Jika
tidak menemukan sudut pandang yang spesial, maka kariermu tidak akan panjang.”
(Tere Liye)
Mencari
sudut pandang yang spesial ini memang gampang-gampang susah, semua perihal
waktu dan keuletan. Jam terbang yang panjang seperti Tere Liye bisa dengan
mudah memantik ide dari satu kata. Apalah saya yang hanya bagian dari partikel
upil yang terinjak, terhempas, lalu tertiup angin. #halah
Setelah
peserta menuliskan beberapa kalimat dan dibaca satu-satu (tidak semua sih). Bang
Tere belum puas, ia masih mencari sudut pandang berbeda dari kata hitam yang
bukan sekadar warna, simbol duka, atau apa pun yang mengandung unsur gelap hingga
akhirnya ia cerita. Bagian ini saya lupa, entah mahasiswa atau salah satu
peserta mentoring yang pernah dia
temui.
Menuliskan
begini, tepatnya lupa, intinya seperti ini ya, pakai bahasa sendiri, maaf
kalau sedikit ngarang :)
“Hitam
seringkali datang terlambat, tidak sekali dua kali hingga yang lain sudah bosan
menunggunya. Karena sering dikecewakan mereka sepakat meninggalkan hitam. Sejak
saat itu, warna pelangi hanya ada mejikuhibiniu tanpa ada hitam.”
Ide
itu terdiri dari lapisan-lapisan seperti bawang, setiap kali dikupas ada lagi
lapisan yang lain. Makin spesial sudut pandang, maka makin kuat cerita yang
kamu tulis.
PROSES KREATIF HUJAN
Tere Liye
A. DEVELOP
1. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan lalu temukan
jawabannya.
2. Bagaimana jika kita bawa kisah hujan
ke masa depan, di mana tahun dengan segala kecanggihan teknologi, adanya mesin
waktu untuk menghapus ingatan, tapi sulit menemukan hujan?
Dari
pertanyaan-pertanyaan itu kemudian muncullah jawaban-jawaban. Kita bisa memulai
semua dari.
What : Apa yang membuat hujan menarik?
Karena tokoh perempuan yang penyuka hujan , di mana setiap turun hujan ia bisa
mengenang banyak hal.
Saat membuat novel Hujan, yang
pertama ditanyakan, apakah spesialnya hujan? Banyak orang yang menyukai hujan
karena apa? Kalau tidak salah kemudia Bang Tere bilang, “karena saat hujan
orang akan mudah mengenang masa lalu. Lalu bagaimana seseorang bisa memeluk
erat masa lalu?”
Berhubung menulis novel berbeda
dengan film yang bisa digambarkan secara visual, maka novel adalah cerita.
Amunisi seorang penulis hanyalah kalimat atau tulisan. Cerita mengenai hujan
sudah biasa, lalu muncul pertanyaan selanjutnya.
Where : Di mana setting yang akan dipakai?
When : Kapan kejadian ini terjadi? Di masa
depan, masa lalu, atau kapan?
Who : Siapa pemeran utamanya? Detailkan
karakter tersebut menjadi sesuatu. Siapa tokoh utama, teman baik, orang tua,
dll.
How : Bagaimana isu hujan masuk tulisan?
Gunung
meletus, perubahan alam yang mengubah siklus iklim di berbagai belahan dunia. Konflik
terjadi saat hujan tidak ada lagi di bumi, sedangkan tokoh utamanya mencintai
hujan dan kenangan. Hingga ia memutuskan untuk menghapus ingatan dengan mesin penghapus
ingatan.
B. KARAKTER
Bagaimana cara menciptakan karakter?
Contohnya: Novel Hafalan Surat
Delisha
Idenya : seorang anak perempuan yang
menghafal bacaan salat, tapi terputus sesuatu. Karena tahun itu lagi gandrung
tsunami, maka tsunami Aceh menjadi pemutus hafalan tersebut.
Tuliskan karakter yang ingin kamu
tulis:
1. Tokoh utama siapa : anak kecil
berumur enam tahun
2. Gendernya apa : perempuan
3. Sifatnya : imut menggemaskan tapi
suka main bola
4. Keluarganya siapa : bungsu dari 4
saudara.
Kuncinya
saat kamu menentukan karakter adalah:
a. Sesuaikan dengan kebutuhan cerita.
Di novel tidak ada tokoh figuran seperti di film. Sekali kamu sebut namanya,
maka harus clear ujung pangkalnya.
Harus ada kesinambungan untuk apa kamu memunculkan karakter tersebut. Jika dia
tidak penting, apakah kalau dihilangkan tidak mengubah jalan cerita?
b. Buatlah pembaca jatuh cinta dengan karakter
yang kamu buat. Misalnya, seperti tokoh-tokoh Harry Potter. Hermione, Ron,
Draco Malfoy, Dumbledore bahkan Sirius si tokoh antagonis pun bisa membuat
pembaca suka dengan keberadaannya. Maka, bisa dikatakan kamu sukses membuat
cerita.
C. SETTING
Ide itu memang tidak ada yang
benar-benar original, kembali lagi ke pembahasan pertama carilah sudut pandang
yang spesial. Mengenai setting, banyak
sekali penulis yang menggunakan setting
yang sama, misalnya tentang Jepang. Karena lagi ramai dan latah, setting pun ikut-ikutan di Jepang atau
Korea.
Aduuhhh … sebenarnya di bagian ini
saya cukup tertohok. L
Ya, berhubung Bang Tere memang
sejenis penulis science fiction jelas
ya setting-nya cenderung fantasi. (Muehehe … membela diri.) Namun, tidak
ada yang salah dengan setting mainstream, tinggal bagaimana cara
penulis membuatnya spesial. Intinya sefiksi apa pun tetap sesuaikan dengan
logika.
Misalnya di Jakarta, bagaimana
macetnya Jakarta, bagaimana suasana saat berada dalam busway, kalau perlu seperti apa aromanya, deskripsikan dalam
tulisan kamu sehingga pembaca mempercayai apa yang kamu tulis hingga membuat
mereka bisa berada di tempat yang sama.
Karena waktu yang cukup singkat,
maka pembahasan bersama Bang Tere di Expert Class #GWP3 berakhir. Sayangnya,
masih banyak pertanyaan lain yang ingin disampaikan huhuhu … dan saya lagi-lagi
lupa tidak menuliskan bagian Q&A. Maafkan L
Mungkin penyampaian di atas ada yang
terlewat atau ditambahkan sesuai ingatan saya yang sedikit labil. So, break dulu ya … semoga apa yang saya
bagikan di atas bisa bermanfaat. Babay.