REVIEW NOVEL HUJAN
Judul : Hujan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 320 hal.
ISBN
978-602-03-2478-4
Sinopsis
Seorang gadis
pecinta hujan, Lail. Di setiap hujan turun selalu ada kejadian tak terlupakan
menimpanya. Pertama, dia kehilangan ibu di depan matanya, ayah dan keluarga
besar yang entah di mana keberadaannya, lenyap bersama hujan akibat letusan
gunung purba menyebabkan gempa vulkanik berkekuatan 10 skala Richter.
Mengguncang dunia, beberapa negara di belahan dunia lain mengalami nasib sama
bahkan lebih mengenaskan ketika gelombang Tsunami meluluhlantakkan dataran
beserta penghuninya. Hanya yang memiliki keajaiban yang bisa bertahan. Dari
sana cerita bermula, Lail nyaris jatuh diselamatkan pemuda yang sama-sama kehilangan
4 kakak lelakinya, tertimpa di stasiun bawah tanah. Hujan mempertemukan mereka.
Hujan asam bisa menghancurkan
apa pun yang terkena siramannya. Lelaki itu bersepeda sepanjang jalan demi
mencari Lail. Dia menyelamatkan lagi hidupnya untuk kedua kali di saat hujan. Lail,
melanjutkan hidupnya sebagai relawan hingga lulus menjadi perawat. Saat itu,
mereka belum menyadari sebuah perasaan yang terlalu dini. Hingga waktu mengubah
segalanya, membentuk rasa yang akhirnya terbukti nyata. Cinta.
Tahun 2042 dengan
sistem teknologi canggih, mengubah dunia yang tak terbayang menjadi nyata.
Manusia merusak alam, mengubah iklim dunia, suhu dingin, salju tebal, kini
panas yang memanggang tanpa hujan. Manusia dan seluruh kehidupan akan punah
karena keegoisan umat manusia semata. Kiamat!
Esok, seorang
pemuda jenius. Usia 17 tahun telah mampu membuat sesuatu yang menakjubkan.
Kehilangan empat kakak tidak membuatnya putus asa. Hingga akhirnya, dalam
keterpurukan akibat bencana alam maha dasyat itu, ibunya yang telah kehilangan
kaki karena tertimpa harus diamputasi, membuatnya semakin gigih berusaha. Di
kamp pengungsian, sama-sama kehilangan, Lail dan Esok sering berbagi cerita.
Hingga Esok diangkat anak oleh seseorang penting, yang turut mengubah sejarah
dunia. Esok pergi melanjutkan ke universitas di Ibu Kota melakukan banyak hal,
bekerja sama denganprofesor menciptakan sebuah mesin. Rahasia. Proyek Kategori
1.
Namun, ada apa
denga hujan? Mengapa ingin dilupakan?
Gilaaa! Membaca
novel ini pertama dibutuhkan waktu yang khusus. Baiklah, ini dalam kacamata saya
sebagai pembaca mengapa jatuh cinta dengan novel karya Tere Liye ini :
Cover, jujur aku suka
melihatnya. Cover berwarna biru yang cantik dan lembut mengundang perhatian.
Judul Hujan, secara saya termasuk pecinta hujan. Selalu ada kedamaian
saat melihat tetesan air langit menimpa bumi, meski di baliknya tersimpan
kenangan yang cukup menyesakkan (malah curhat)
Kembali lagi ke
judul yang membuat penasaran, awalnya berpikir tentang cinta romantis seperti
film India yang bertemu saat hujan terus menari dan menyanyi. Lupakan! Adegan
ini tidak ada! Bab awal cukup membuat agak jenuh, heran, dan bertanya-tanya
tidak ada adegan hujan-hujanan yang kentara. Lantas mengapa judulnya hujan?
Setting tahun 2042, ini ide yang menarik. Kecanggihan teknologi
mengubah sejarah dunia.
Tokoh, yang pasti bikin baper. Menangis sejadi-jadinya. Baiklah,
aku jatuh cinta pada Esok—Soke Bahtera—yang jenius, semangat, bertanggung
jawab. Sangat bertanggung jawab akan tugas juga cintanya. Hingga harus
menghabiskan masa mudanya bekerja di lab sebagai salah satu ilmuwan ternama.
Bekerja dengan para profesor. Dan itu membuat ia kehilangan banyak waktu dengan
perempuan yang disayanginya.
Saya sangat gemas
dengan novel ini hingga bab terakhir terkuak. Bahkan tidak berani melanjutkan
apa yang akan dipilih Esok. Apakah waktu akan membawanya pergi dengan
orang-orang yang terpilih, lalu meninggalkan Lail tanpa bisa menikmati hujan?
Ini sumpah bikin nyesek. Kumohon, Esok
jangan pergi. Itu permintaanku.
Kehadiran Maryam
menyuguhkan guyonan menarik dalam novel ini. Di sela-sela tangis masih bisa
tertawa, membayangkan tingkah konyol Maryam, sahabat Lail. Beberapa guyonan
Maryam yang menarik saat berada dalam taksi dan meminta taksi otomatis tanpa
supir itu terbang, sedang protokol keselamatan melarang taksi untuk terbang kecuali
dalam situasi darurat. Dialog Maryam selalu bikin ngakak, ini poin yang
menambah hidup cerita :D
Beberapa quote yang menarik :
·
Kesibukan adalah cara terbaik melupakan banyak hal, membuat waktu
melesat tanpa terasa (hlm 63)
· Usianya saat itu baru empat belas tahun, Esok enam belas. Lail belum
tahu perasaannya, masih beberapa tahun lagi. Tapi saat itu dia sudah tahu, Esok
akan selalu penting baginya (hlm 91)
·
Mereka hanya duduk bersama selama satu jam, setelah setahun tidak
bertemu. Sebentar sekali dibanding 365 hari. Tapi bagi Lail, itu lebih dari
cukup. Dia sudah sangat senang. Rasa senang yang membuatnya sabar menunggu
setahun lagi (hlm 182)
·
Apakah kita akan memilih melupakan atau mengenang semua hal menyakitkan?
(hlm. 196)
·
Kenapa dia selalu bahagia memikirkan Esok, tapi kemudian merasa sedih?
Kenapa dia ingin mengusir semua pikiran ini, tapi saat bersamaan dia tersenyum
mengenangnya? (hlm.206)
·
Bagi orang-orang yang menyimpan perasaan, ternyata bukan soal besok
kiamat yang membuatnya panik, susah hati. Cukup hal kecil seperti jaringan
komunikasi terputus, genap sudah untuk membuatnya nelangsa (hlm.212)
·
Dia memang tidak menyapamu. Tapi dalam banyak hal, kebersamaan tidak hanya
dari sapa-menyapa (hlm.247)
·
Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap di hati kita
saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya,
biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh, dunia ini selalu ada misteri
yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian
(hlm 255)
·
Bagaimana aku akan menghabiskan sisa waktu bumi jika kamu melupakanku
(hlm.314)
·
Bukan seberapa lama manusia bertahan hidup untuk ukuran kebahagiaan,
tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan
yang mereka alami.(hlm 317)
·
Barang siapa bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Hidup
bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, maka dia tidak akan pernah bisa
melupakan (hlm 318)
Walau bagaimanapun
tetap ada bagian yang menurut saya terasa kurang klop. Setting di tahun 2042
dengan kecanggihan teknologi, sejujurnya saya tidak bisa membayangkan kota ini
di suatu tempat. Saya bingung antara membayangkan Indonesia, dipadupadankan
Jepang atau negara Eropa. Meskipun berulang kali membayangkan dalam kecanggihan
seperti itu tetap saja gagal.
Satu lagi, masa
depan memang penuh kejutan* (uhuk ... subjudul novel gue yang belum juga kelar
:D
Ini masalah serius
sepanjang membaca, entah efek Gerhana Matahari Total kemarin tanggal 9 Maret
bikin saya parno sendiri. Bukankah banyak cerita fiksi yang menjadi nyata? Tak
terbayang jika di tahun tersebut terjadi hal demikian. Semoga dijadikan
pembelajaran bagi para ilmuwan, masyarakat dunia untuk tidak melebihi kuasa
Allah. Bahwa manusia tetap bertanggung jawab dalam menjaga alam dan
lingkungannya.
But over all, I really like this novel.
Penasaran kan, kalian? Yuk! Segera deh beli novel ini. Nggak
bakalan nyesel bacanya. Feel-nya
dapet banget. Saya bisa merekomendasikan novel ini kepada siapa pun untuk bisa
berimajinasi tentang masa depan. Good job
Tere Liye. Di balik namamu yang akhir-akhir ini menjadi banyak sorotan. Keep writing! Saya tetap menunggu
karyamu yang ruar biasyaahhh ....