“Don,
Astroboy lu mau married!” ucap Laras jelas
tanpa sensor.
Jleb! Ada sakit di tengah
sini, butiran bening mulai menggenang, lantas kubuang muka menghindari Laras.
Tiba-tiba
telepon berbunyi di saat tepat. Pesan pendek dari seseorang yang baru saja menjadi
topik pembicaraan. Ah, Doel, my astroboy_panggilan
kesayanganku dulu_panjang umur dia.
Don, apa kabar? Maaf kalau ganggu, minggu depan aku nikah.
Aku harap kamu bisa datang ya...
Kubaca
sms perlahan, takut ada satu kata terlewat atau salah baca hingga artinya lain.
Dan ini bukan pesan pendek, tapi pesan panjang yang sempurna untuk
memperpanjang penderitaan.
Married? sebulan
lalu kami masih bersama, dia bilang belum siap untuk nikah. Tapi, kini sudah berencana
menikah. Entah sandiwara apa yang ia mainkan. “Jangan menangis lagi, Dona.” Laras
menghiburku.
~0~
Soal
cinta aku lemah, kata gagal nampaknya bersahabat denganku. Tapi, yakin seseorang telah
dipersiapkan, tinggal memantaskan diri, banyak cara cinta itu bertemu.
“Dona,
ya?” Wajahnya tidak asing, tapi sumpah berani salto tetap nggak bisa
mengingatnya.
“Aku
kira ini pernikahan kamu sama Doel.” Semoga ia orang pertama dan terakhir yang
mengatakan itu di pesta ini.
Entah
darimana kekuatan menerima undangannya? Sempat meragu, lalu ia menggandengku. Aneh,
kubiarkan saja tautan jemarinya yang hangat, seperti memiliki kekuatan kedua
dan rasa percaya diri untuk menampakkan batang hidung di depan Doel.
“Hai!
Selamat ya,” ucapnya, Doel melirik padaku, terpana menatap tanpa berkedip.
“Kalian
bersama?”
Pria
yang masih belum bisa kuingat itu mengangguk, meraih tanganku. Semula ingin
kutepis, tapi bukankah bagus melakukan didepan Doel? Dia pikir hanya dia pria
hebat, dengan cepat berpindah ke lain hati. Dia pikir aku nggak bisa move on dari jerat cintanya?
Keluar
dari resepsi membuat lega, bersyukur takada tetes airmata, entah karena telah
mengering atau mungkin karena dia yang tak bisa kuingat namanya.
“Eh,
tunggu! Maaf ... nama kamu siapa?” Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga.
“Dendy,”
ucapnya jelas, nama yang rasanya pernah kudengar tapi entah dimana.
~0~
Malam
ini langit tak bersahabat, tetesan air hujan membasahi kaca jendela. Malam yang
akan dilewati oleh Doel dan isterinya. Sial! Sakitnya masih terasa, air mata
pun bergulir bebas tanpa perlu komando.
Kupandangi
layar laptop, niat mengerjakan tugas, tapi tak satu pun kata kutulis. Kubuka
facebook yang lama tak terjamah, foto kenangan Doel belum kuhapus.
“Dendy?”
Nama itu muncul di inbox.
Hey! kamu yang gagal move on ... terus saja menangis
seperti itu, hingga sumber airmata mu tak bersisa. Asal jangan kamu habiskan
sumber senyummu itu buatku. Semangat!! J
Memoriku
kembali ke beberapa tahun lalu. Saat SMA, seragam olahraga berwarna biru, tas
gendong melingkar di bahu.
“Don,
ini buat kamu.” Seorang cowok berseragam putih abu dengan kaca mata minusnya,
memberi amplop berwarna biru muda, disana tertulis :
“One day in your life, when you find
that you’re always waiting for the love we used to share
just call my name
and I’ll be there...”
Dendy
Seingatku
itu lirik lagu One Day in Your Life dari Michael Jackson. Aku langsung mencari
CDnya. Dialah pemuda yang untuk pertama kalinya mengajariku untuk tersenyum
diam-diam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar