Senin, 09 Juni 2014

just silent




CINTA DALAM DIAM

Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang jatuh cinta, lalu tetap menjaga kesucian dirinya, menyembunyikan rasa cintanya dan bersabar hingga mati maka dia mati syahid” (H.R. Hakim, Khatib, Ibnu Asakir)

Setiap orang di dunia ini pasti pernah mengalami jatuh cinta, bahagia, kecewa, sakit, dikhianati. Pernahkah saat kalian sakit hati karena ditolak atau dikhianati, lantas membuat kalian jera bahkan trauma untuk jatuh cinta lagi? Rasanya tidak! mungkin ada saat di mana kita cenderung menutup diri dan hati kita, tapi sebagai manusia biasa yang diberikan kodrat untuk saling mencintai rasa itu akan kembali. Mungkin hadirnya orang baru akan membuka lembaran baru bahkan menemukan masalah baru. Tapi saat kita jatuh cinta, nikmati saja setiap rasa yang ada.
Huuuffth.. aku ingin menikmati setiap kesempatan itu, tapi aku bukanlah wanita yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya. Mudah jatuh cinta lalu mudah melupakan. Ribuan kali berpikir bahwa aku nggak pernah layak untuk siapapun, keadaan aku, latar belakang, bibit bebet bobot arrrggghhhh... semuanya membuatku merasa minder. Lalu kamu yang tiba-tiba hadir dalam kehidupanku, memberi warna di setiap hariku. Aku nggak pernah sesemangat ini sebelumnya, merasa bahwa cinta harus diperjuangkan, bahwa setiap insan di dunia ini telah diciptakan berpasangan. Hellow... mengutip sedikit iklan “Truk aja gandengan masa gue kagak”! Yups... meski kamu terlalu jauh untuk kurengkuh. Oh, God! Berkali-kali memohon jangan biarkan aku terjatuh ke dalam jurang kenistaan yang paling Engkau benci! Salahkah jika aku jatuh cinta?
“Ana uhibbuki fillah”
Berulang kali juga kuucapkan kata itu saat aku merindukannya, aku belajar mencintainya karena-Mu ya Allah. Jika memang dia jodohku maka aku yakin Engkau akan mempertemukan kami dengan cara-Mu. Iya, padanya sosok pemuda yang pernah kutemui 6 bulan yang lalu.
Pertama kali aku mengenalnya melalui media sosial yang terkadang tak pernah kuanggap serius. Tapi, kali ini dia berbeda, tak seperti kebanyakan pemuda pada umumnya. Aku melihat kejujuran dari setiap perkataannya, aku melihat sisi kedewasaan dari setiap nasihatnya, aku melihat hal-hal konyol dari setiap gurauannya. Entah mengapa semua itu membuatku merasa nyaman dengan orang asing ini. Hingga saat itu kami bertemu, bisa jadi pertemuan pertama dan terakhir. Meski silaturahmi itu tak pernah berhenti, aku mencoba membuang jauh-jauh perasaan yang belum pasti. Ada rasa takut jika terluka lagi. Tapi, bukankah cinta itu anugerah? Ini tuh hati bukan batu karang yang keras, tapi juga bukan coklat yang mudah meleleh, hati yang telah Allah ciptakan dengan beribu rasa. Apa salahnya jika wanita bisa selangkah lebih maju, bukankah sekarang zamannya emansipasi wanita? Bukankah Siti Khadijah juga menyatakan perasaannya terlebih dahulu agar Rasul meminangnya? Cinta yang paling menyakitkan adalah cinta diam-diam, dan aku merasakan itu!
“Apakah kamu menyukaiku? Apa yang kamu tahu tentang aku? Yakin kamu dan keluarga bisa terima aku setelah mengetahui siapa aku?” tanyanya pada suatu hari. “Kita berbeda keyakinan!” ucapnya tegas.
What??? Belum satupun pertanyaan yang sempat aku jawab, rasanya seperti terhempas ke dasar laut terdalam, ketika cinta berbenturan dengan akidah apa masih bisa disatukan? Kenapa rasa cinta itu harus ada? Jika Engkau tak menghendaki sesuatu yang tidakk bisa Kau ridhoi. Mungkin benar, saatnya cinta dalam diam, bukan untuk menyerah, tapi untuk berserah pada Sang Pemilik hati, meski aku belum bisa melupakannya. Biarkan aku seperti Fatimah yang diam-diam mencintai Ali, tanpa ada satu orang pun yang tahu. Konon begitu rahasianya setan pun tak pernah tahu cinta mereka. Hanya Allah tempat pertolongan yang mengetahui setiap inci sudut hati seseorang, akhirnya dengan kesabaran Allah pun menyatukan mereka dalam cinta selamanya. Begitupun aku akan sabar menanti hingga suatu saat nanti, Engkau mempertemukan dengan sosok imam yang akan membimbing untuk lebih mencintai-Mu. Aku tak punya kekuatan apapun untuk mengubah hati seseorang apalagi keimanan seseorang. Jika dengan diam adalah jalan terbaik aku ikhlas menjalaninya. Biarlah akhirnya cinta ini Allah yang menentukan.
“Ma fi qalbi ghairullah”

***