Rabu, 29 April 2015

#BeraniLebih_MANDIRI


Oleh : Nanae Zha

Satu hal yang paling berat dalam hidup adalah ketika kita ditinggalkan oleh orang yang disayang, terlebih keluarga. Kehilangan mereka seperti separuh nyawa pergi. Jangan ditanya ... aku hampir saja menggila, hidup tanpa mereka yang selalu ada di saat butuh, penyemangat dalam hidup, orang yang paling berharga.

Kenyataan pahit menghampiri, ternyata Allah lebih sayang hingga memanggil mereka terlebih dahulu. Merekalah pahlawan terbesar dalam hidupku, nenek dan kakek, pengganti kedua orang tuaku. Sebelum nenek pergi satu hal yang paling membuatku menyesal adalah belum bisa memenuhi permintaannya, MENIKAH. Bagaimana cewek minder kayak aku bisa mendapat pendamping hidup?

Setelah kepergian nenek, Allah memberiku ujian lain, kakek pun harus turut mengikuti jejaknya. Saat itu kakek sakit parah, terlihat jelas di matanya, menatapku dengan buliran air mata yang tertahan. Katanya beliau ingin merasakan puasa terakhir di bulan Ramadhan. Aku pun mengamini dan memberi beliau semangat agar segera sembuh, ia mengangguk dan membelai kepalaku lembut. Aku tahu ada rasa berat dalam hatinya yang tak terucap, hingga akhirnya kata-kata itu meluncur saja dari bibirku dengan iringan linangan air mata.

“Apa Kakek masih kuat? Bertahan ya ... semoga cepat sembuh. Tapi kalau sudah capek, dan ingin menyerah maka aku ikhlas. Jangan pernah memikirkan aku, jangan jadikan aku beban, aku pasti kuat berdiri di atas kakiku sendiri. Kakek percaya kan? Aku tidak sendiri, ada Allah yang selalu melindungi, jadi untuk apa mengkhawatirkan hidupku?”

Ia mengangguk, kristal bening meluncur dari ujung matanya. Anggukan terakhir yang takkan pernah kulihat lagi. Pesannya yang terakhir, ”segeralah menikah.” Hanya itu pintanya yang hingga saat ini belum bisa kuwujudkan.

Kini, tanpa kakek dan nenek memang hidupku serasa hampa. Namun, jalanku masih panjang masih banyak orang yang membutuhkanku—adik-adikku—butuh waktu untuk mencerna bahwa aku menjadi pengganti orang tua. Tak mudah tanpa pendamping, harus mengayomi mereka.

#BeraniLebih mandiri, penuh kerja keras dan selalu optimis karena tak selamanya manusia bisa terus bergantung pada orang lain.

Namun, beban itu telah memilih untuk bersandar di bahuku. Dan aku yakin Allah tidak akan memberikan ujian yang aku tidak mampu menjalaninya. Saatnya menunjukan bahwa aku mampu untuk #BeraniLebih mandiri, menjadi tulang punggung keluarga. #BeraniLebih menyongsong masa depan yang penuh misteri. #BeraniLebih mandiri demi mencari jodoh yang berharap dari postingan ini pun ada yang berniat serius dengan saya #eaaa.

FB : Nanae Zha
Twitter :@nanae_zha









#BeraniLebih_PERCAYA JADI DIRI SENDIRI



Oleh : Nanae Zha

Saya sebenarnya biasa saja, malah menjadi seseorang yang cenderung minder. Bahkan saya sempat menghabiskan waktu hanya untuk mengutuki dan mengasihani diri sendiri. Hingga akhirnya, merasa tidak memiliki siapapun yang mencintai dan menerima apa adanya. Semakin yakin ketika sugesti itu jelas terlihat pada sikap keluarga dan teman-teman yang dirasa menjauh. Sejak zaman sekolah, tidak jarang saya menjadi bahan bully-an teman-teman. Itulah yang saya rasakan. Menjadi orang yang tertutup dan sangat pemalu.

Suatu hari wali kelas saya berbicara di depan. Saat itu pelajaran Bahasa Indonesia. Ibu Siti Fauziah (almh) meminta setiap murid untuk bercerita apapun, mulai dari pidato, nyanyi, cerita lucu, pokoknya dalam satu minggu pasti ada murid bergantian kena tugasnya. Sampai suatu hari anak-anak di kelas ngeluh, termasuk saya yang tidak suka tampil depan umum.

Parasnya berubah merah, entah menahan kecewa atau marah, masih kuingat jelas ekspresinya hari itu.

“Apa yang membuat kalian malu? Padahal kalian adalah anak-anak hebat yang sempurna. Ibu ingin kalian punya keterampilan berbicara depan umum, agar suatu saat jika telah keluar dari dunia pendidikan, kalian dengan mudah bersosialisi dengan siapapun. Dunia kerja yang kalian jalani akan sangat keras. Hanya orang yang mampu berkomunikasi dengan baik yang akan diterima.”

Sampai di sana ucapannya terhenti, pertama kalinya saya melihat beliau menitikkan air mata. Ada rasa menyesal pada diri kami, meski alasan itu belum mampu kami terima. Hingga akhirnya dengan terbata-bata ia bicara,

“Ibu melakukan ini, agar kalian #berani lebih percaya menjadi diri sendiri. Kenapa ibu harus peduli? Karena ibu sayang dan menganggap kalian selayaknya putra-putri ibu sendiri. Asal kalian tahu, putra ibu yang pertama ingin sekali bercerita banyak hal tentang teman, saudara bahkan gebetan. Ingin mengeluarkan segala isi hatinya, unek-unek, berteriak dan bernyanyi dengan merdu, tapi ia hanya bisa diam. Ia terlahir dengan kekurangan, tidak bisa bicara dengan normal. Lalu kalian yang sempurna mengapa mesti malu?”

Cukup sudah saat itu Ibu Fauziah bercerita, membuat saya sadar akan kemampuan yang dimiliki setiap orang. Sejak itu saya mulai berubah menjadi #BeraniLebih percaya diri tampil di depan #BeraniLebih menjadi diri sendiri meski orang lain berkata apa. Setiap orang punya kekurangan dan kelebihan, dan kita akan dihargai tergantung bagaimana kita menilai diri sendiri.

Terbukti semua ucapan ibu Fauziah. Kini saya sudah bekerja, dunia kerja memang lebih keras dari sekolah. Mental yang dulu pernah digodok hasilnya terasa. Komunikasi yang baik akan membuat kita dipercayai banyak teman bahkan atasan. Kini, saya diberi kesempatan untuk mengkoordinir rekan-rekan kerja, tak mudah bekerja sama dengan banyak kepala. Namun, kecakapan komunikasi memudahkan untuk menyelesaikan masalah. Tak terbayang sebelumnya akan menjadi apa saya dengan sikap minder yang dulu.

#BeraniLebih percaya pada kemampuan karena setiap orang terlahir dengan kelebihan.


Ini kisahku, semoga menginspirasi sahabat yang lain. :)


Facebook : Nanae Zha
Twitter :@nanae_zha





Sabtu, 25 April 2015

#PROMPT 75 - Don't Leave Me!



 “Jadi, selama ini kamu selingkuh?!” teriakku malam itu.

“Apa lagi sih, Ann? Kamu masih belum percaya sama aku?”

“Ini buktinya!”

Terima kasih Mas Raka atas bantuannya. Kalau begitu saya tunggu besok di tempat biasa.

Kusodorkan handphone miliknya, berisi BBM yang membuatku naik darah. Perdebatan malam itu tidak bisa dielakkan. Seribu alasan yang dilontarkan Raka tak kugubris. Kami kukuh dengan pendirian masing-masing. Akhirnya,  Raka pergi dan tidak kembali.

Hancur sudah perasaanku, jelas sudah Raka lebih memilih wanita itu. Tidak kuduga cinta yang dibina selama ini harus kandas karena orang ketiga.

***

“Permisi! Mas Raka ada?” tanya seorang wanita dari balik pagar.
“Siapa?”
“Saya Mira, Mbak. Saya kemari mau mengucapkan terima kasih karena atas nasihat Mas Raka, kami rujuk kembali.”
“Rujuk?”
“Iya, Mbak. Sebetulnya kami dan Mas Raka sudah janjian mau bertemu. Tapi, kok enggak ada kabar, ya? Makanya kami datang ke sini.”
“Mas Raka lagi keluar,” jawabku berbohong.
“Baiklah kalau begitu kami permisi. Semoga lain kali bisa bertemu, ya, Mas,” ucapnya pada suaminya yang berdiri di sampingnya.

Oh, Tuhan ... jadi selama ini aku salah.

Beberapa kali kuhubungi handphone-nya tapi tidak aktif, di-BBM juga ceklis. Khawatir memenuhi pikiranku. Ke mana Raka pergi?

Mas, maaf ... cepatlah pulang! Aku rindu padamu. Aku memang egois, mencurigai kesetiaanmu, masih kuatkah dirimu menghadapi kelakuanku yang seperti ini?Kumohon, apa pun jawabanmu jangan pernah tinggalkan aku!

Kukirim BBM untuk kesekian kalinya. Tiba-tiba ada sepasang tangan merengkuhku dari belakang, tangan yang hangat dan kekar. Aku tahu ia akan kembali.

“Aku pun merindukanmu, Ann.”

***
Cause you can't change the way I am
Are you strong enough to be my man?

Lie to me
I promise I'll believe
Lie to me
But please don't leave, don't leave*


*Sheryl Crow- Strong Enough
Diikutsertakan dalam Monday Flash Fiction: #From 75 – Are You Strong Enough?

Rabu, 01 April 2015

Sejatinya Cinta itu Dia!



Oleh : Nanae Zha

“Woy! Dea lihat apaan sih? Sampe nggak berkedip gitu?” Arya menoyor kepala gue.

“Apaan sih? Sirik aja lo!” teriak gue di telingannya, tanpa sedikit pun berpaling dari pemandangan indah di depan gue.

Bagaimana hidup nggak dibilang indah? Kalau saja gue tahu dari dulu ada makhluk sempurna di kampus ini, pasti gue udah melangkah seribu kali lebih cepat dari yang lain. Parahnya beberapa bulan terakhir ini gue malah habiskan waktu sama si kutu kupret ini, siapa lagi kalau bukan Arya.

Walau bagaimana pun Arya is the best friend ever ever that I have. Meski kadang gini nih, gue sering banget dibuat kesel sama yang satu ini. Nggak bisa sedikit saja, memberi kebahagiaan menatap cowok yang cakepnya luar biasa.

“Hempth ... masih cakepan gue keleeuus.”

 “Nenek-nenek satu abad pun masih bisa ngebedain mana cowok cakep mana tiruan. Nah, elo sama dia udah bagaikan langit dan bumi!”

Let see! Guys ... Gue pikir dia pasti jelmaan Lee Min Ho. Kalian tahu kan? Ah, sudahlah gue selalu berharap memiliki pasangan seperti dia. Matanya, bibirnya, ah ... cukup! Ini sudah di luar batas nalarku.

“Itu masalahnya sampai saat ini lo nggak punya pasangan! Karena yang elo cari cuma cowok cakep bukan cowok yang punya hati!”

Deg! Gue tertegun, sesaat menatap cowok yang berdiri di hadapan gue. Arya kata-katanya kali ini begitu menyengat dan menyesakkan dadaku. Aku sedih, kecewa, sepicik itukah tanggapan orang lain tentangku?

Sekali lagi, kulihat jauh ke dalam mata Arya, ada desir yang sulit diartikan. Arya memang nggak cakep, tapi baik dan selama ini hanya dia yang peduli padaku. Akhirnya, aku sadari tak ada yang sempurna mencari pasangan selain dari hati.

“Arya, maaf ....”

“Kamu memang tidak pernah peka!” ucapnya sembari menoyor kepalaku lagi.

***  

CIANJUR, 01 April 2015

·  Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
· 

Second CHange




#FF2in1

Judul : Second Change
Oleh : Nanae Zha

Waktu yang telah bergulir tidak akan pernah kembali, menyisakan banyak kenangan yang begitu dalam. Satu kepercayaan telah dikhianati, mungkinkah kesempatan kedua itu ada?
               
“Sya, aku masih sayang kamu.”
               
“Kalau sayang, kamu tidak akan pernah melakukan itu!”
               
“Maaf ... aku khilaf,” kilahnya.

Mata sayu itu membuatku luluh untuk kali kesekian, aku selalu bersabar akan segala polahnya yang membuatku ragu akan kesetiaan. Namun, sampai detik ini aku masih bertahan karena kuyakin cinta itu akan menemukan jalan untuk pulang. Meski puluhan labuhan disinggahi, ia tetap akan menemukan dermaga terakhir dalam hidupnya.

Semoga kesetiaanku berbuah kebaikan. Kutatap lagi matanya dalam, perlahan aku mengangguk memberi kesempatan kedua untuknya, untuk cinta kami.

***

CIANJUR, 01 April 2015

·  Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
·