Senin, 08 Juni 2015

Secret Admirer


Oleh : Nanae Zha

Seraut wajah yang pernah kutemui, masih terekam jelas dalam ingatan. Tidak cantik, tapi sangat menarik. Bola matanya indah sama seperti dulu, pancarkan sinar penuh semangat. Dia selalu tersenyum, meski tidak ada hal lucu yang patut ditertawakan. Gadis ramah dan murah senyum, meski begitu ia akan marah jika ada yang berani menggodanya.

“Rani?” tanyaku memastikan dugaan.

Ia menoleh, tatapan matanya tajam menghujam ke dasar relung jiwa. Ah, aku bisa mati karenanya! Entah pesona apa yang dimiliki. Ia masih bergeming, terlihat keningnya mengerut. Mengingat-ingat parasku yang tak seberapa. Dan sialnya, tampak jelas telah melupakanku.

“Angga,” ucapku sambil mengulurkan tangan.

Ia tidak lantas menerima uluran tanganku begitu saja. Sedikit angkuh memang, hanya mengangguk sambil melipat kedua telapak tangannya di depan dada. Atau inikah yang disebut mawas diri dan menghindari bukan muhrim?

Gadis aneh dengan baju menjuntai-juntai seakan menyapu sepanjang jalan yang dilalui. Tidakkah gerah dengan penampilannya? Padahal cuaca cukup panas. Sejak saat itu, pertama kali bertemu di kantin kampus, aku mulai menggodanya. Ralat! Lebih tepatnya mem-bully.

“Heh! Anak baru ya?” tanyaku saat itu. Timbul keisengan melihat ia dengan penampilan super ajaib. “Siapa nama kamu?”

“Rani, Kak.”

“Kamu telat datang ke kampus ya?”

“Iya, di jalannya macet, Kak.”

“Alasan! Kalau begitu mulai dari sini, sampai ujung sana kamu sapu deh. Jangan sampai ada sampah yang tersisa.” Ia mengangguk pasrah.

“Eeh ... siapa suruh pakai sapu? Bajumu kan multifungsi, sepanjang itu bisa sambil nyapu. Hahaha ....” Aku dan teman-temanku tertawa. Ia terdiam, tampaknya cukup sabar, meski mukanya telah memerah.

“Maaf, saya masih ada tugas lain.” Ia menjawab dengan tenang.

“Heh! Tunggu! Kamu nolak perintah saya? Saya di sini senior kamu lho!”

“Tapi, saya bukan junior Anda. Saya anak sastra, bukan anak mesin,” ucapnya jelas dan lugas.

“Apa?! Jadi, ngapain kamu ke sini?”

“Mas Rian!”

Tiba-tiba ia berteriak dan tak mengindahkan pertanyaanku menghampiri cowok yang rasanya cukup kukenal. Entah ada hubungan apa antara anak baru itu dan Rian. Mereka berdua tampak akrab, seperti sepasang kekasih, tampak serasi. Pertemuan pertama dengannya menyimpan cerita tersendiri bagiku. Sejak saat itu kuputuskan untuk menjadi pengagum rahasianya.

***

Beberapa tahun telah berlalu, selepas lulus kuliah tak pernah melihatnya sekalipun. Kecuali hari ini, Tuhan begitu menyayangiku, keajaiban ini tak mudah diraih. Perasaan yang dulu belum juga hilang, mungkinkah aku jatuh cinta lagi padanya?

“Siapa ya?” tanyanya.

“Ah, iya. Di kampus, aku setahun di atasmu.” Akhirnya menjelaskan jati diri sebelum ia mencurigai yang tidak-tidak.

“Oh, ya? Maaf, ngambil sastra apa?”

“Bukan! Saya anak mesin.”

“Oh, temannya Mas Rian ya.” Rian, tentu saja nama itu yang dulu sempat membuatku mundur.

“Rian siapanya kamu?”

“Apa?” Ia tampak terkejut dengan pertanyaanku.

“Ah, tidak! Bukan apa-apa.” Cepat kualihkan topik pembicaraan.

“Ran, sudah beres?” Terdengar suara lain dari balik punggung. Aku menoleh. “Angga?!” teriaknya sambil menepuk pundakku.

Jika bertemu teman lama hal yang paling kurindukan adalah kembali ke masa-masa itu tanpa beban berarti. Menikmati kehidupan remaja, tanpa harus berpikir terlalu dewasa yang ada hanya mengedepankan ego. Kini, semua telah berubah, pikiran harus selalu berjalan logis. Menjadi dewasa memang membosankan.

“Kalian saling kenal?” tanyaku akhirnya. Rian dan Rani saling bertatapan, akhirnya mereka tertawa.

“Rani ini adikku, usia kita memang cuma terpaut satu tahun.”

“Adik?”

Aku cukup terperangah mendengar kejujuran yang terasa lama kusadari. Kenapa tidak dari dulu kuketahui. Telah kusia-siakan waktu begitu lama, hanya karena menjaga perasaan teman. Ah, bego! Ingin mengutuki diri sendiri. Waktu tidak akan pernah kembali. Mungkinkah sekarang saatnya kuungkapkan perasaan yang dulu sempat karam?

“Oh iya, minggu depan kamu ada acara enggak?” tanya Rian lagi.

Aku sedikit mengingat jadwal kerja, akhirnya dengan yakin aku menggelengkan kepala.

“Baguslah, kalau begitu datang ya ke rumahku, sekalian reuni sama teman-teman.”

“Wah, reuni? Asik tuh!”

“Iya, sekalian juga resepsi pernikahan Rani.”

“Apa?!”

Jantungku berdegup kencang, tak sanggup berkata apa-apa, bahkan wajah gadis yang tertunduk di hadapanku pun tak bisa kubayangkan akan bersanding dengan pria lain. Mengapa kami dipertemukan lagi, jika hanya untuk mendengar kabar ini. Engkau telah semikan cinta yang dulu ada, namun dalam seketika hancurkan hingga berkeping-keping. Oh, Tuhan mungkinkah nasibku berakhir di titik pengagum rahasia?

***

-END-

Cianjur, 09 Juni 2015

Minggu, 07 Juni 2015

Cinta dalam Doa



Oleh : Nanae Zha


“Hati-hati, Mas, doaku selalu menyertaimu!” ucap Dona berlinang air mata.

Kabut pagi di batas Puncak Cianjur, menyisakan kenangan yang teramat dalam bagi Prima dan Dona. Cinta itu tak pernah tahu akan berujung di mana. Namun, cinta tahu pada siapa dia akan berlabuh. Prima, harus hijrah mengikuti orang tuanya pindah ke Jogja. Akankah takdir menyatukan mereka kembali?

***

Satu tahun telah berlalu ...

“Dona!!!” teriak Laras sembari melambaikan tangannya. “Ini ada surat! Huh ... hah ... huh ....” Dengan napas tersengal-sengal ia menyodorkan amplop putih yang baru saja diterimanya dari Pak Pos.

“Dari Mas Prima?” tanya Dona dengan mata berbinar, Laras mengangguk merasakan kebahagiaan yang menyelimuti hati sahabatnya.

“Ayo, baca! Apa katanya?” Kali ini Laras yang lebih antusias. Detak jantung berdebar keras, kerinduan menyeruak ke dalam hati, perlahan ia membuka amplopnya.

Teruntuk Dona tercinta,

Dik, apa kabar? Aku harap kamu baik saja, begitu pun di sini. Namun, semuanya tak sebaik kelihatannya. Aku sangat merindukanmu. Tak banyak waktu yang bisa kuberikan, maaf atas segala kelemahan! Tapi yang pasti di mana pun Adik berada, doa selalu terlantun untukmu.

Dik, aku ingin bertemu, sebelum menemui Sang Pemilik hidup. Tapi, mungkin kita masih harus bersabar. Andai kamu tahu, aku merindukanmu sebanyak menghela napas. Ingin rasanya pulang. Namun, bila Dia berkehendak lain, maka aku tidak akan pulang sebelum berumroh, kujanjikan itu sebagai mas kawin kita.
Semoga Allah memberikan kesempatan untuk bertemu. Jadi, tunggu aku dengan ikhlas penuh cinta.

Salam kangen,

Prima

Air mata bergulir bebas di pipinya yang lembut, bukan tangis duka tapi bahagia. Ada harap tersirat di sana, hanya ia yang bisa merasakan betapa dalamnya harap itu. Di setiap pengujung malam, doa pun tak lepas dari satu nama yang kini mengisi relung hatinya, Prima.

“Mas, sebut namaku di tanah suci. Semoga Allah mempertemukan kita dalam ridho-Nya, dan aku akan setia menunggumu ....”

***


Cianjur, 08 Juni 2015

Sabtu, 06 Juni 2015

Penggawa yang Terlupa

Oleh : Nanae Zha


Termangu dalam senyap
Menggelayut tanya pedih terucap
Di mana? Lelaki tua penuh peluh terbaring
Mendekap dada rapuh berselimut daging kering

Merobek kenang pada masa jaya
Mengawang pikir di remang senja
Dulu ; ia gagah mengangkat senjata
Kini langkah merayau dimakan usia

Sepasang tongkat merenjis hikayat
Sang Saka tergenggam erat
Bulir meriak pada netra
Ini bukan merdeka!

Oh, Bapak ...
Kami tidak meninggalkanmu seorang diri
Meski tiada sematan bintang di dada, namun terpatri di hati
Seiring waktu merapuh, kami siap merengkuh
Pahlawan tanpa tanda jasa, berhenti dihitungan delapan puluh

Cianjur, 07 Juni 2015


Jumat, 05 Juni 2015

Quote Wanita


  1.      Wanita adalah perhiasan dunia, ketika sebongkah berlian retak maka turunlah harganya. Begitu pun wanita akan dinilai rendah jika telah ternoda.
  2.    Wanita itu unik, satu sisi lemah lembut, namun di sisi lain bisa menjadi garda perang. Ia memegang peranan penting dalam mengubah sejarah dunia, melahirkan generasi penerus yang handal hingga Allah menempatkan surga di bawah telapak kaki ibu.
  3.    Sebagai seorang istri, diberi naluri untuk menyayangi meski ia dikhianati. Sebagai ibu, rela mengorbankan nyawa demi sang buah hati.
  4.    Wanita salehah bukan penebar pesona, ia yang mampu menjaga kehormatan. Berkepribadian mulia meski bukan Malaikat.
  5.    Janganlah engkau memikat lelaki dengan lenggok tubuhmu, karena mereka akan mengincar tubuhmu bukan hatimu.
  6.    Wanita sukses tahu kodrat, kewajiban istri tidak untuk dijadikan kelemahan justru semangat dalam berkarya. Ada banyak cara menggapai cita.
  7.     Hati adalah hal peka bagi perempuan, tak perlu mulut untuk mengungkap maksud, tak perlu mata melihat rasa, tidak juga telinga untuk mendengar cinta. Cukup hati yang tahu tentang diamnya.
  8.      Ketika perempuan jatuh cinta, ia rela menanti meski tidak ada jawaban pasti.
  9.     Jika wanita menangis, air mata adalah kekuatannya untuk membasuh luka, kemudian menerima dan memaafkanmu lagi, dan lagi.
  10.      Tanpa wanita dunia hampa, tanpa ibu dunia kelabu.





Kamis, 04 Juni 2015

Beauty From Your Heart

Oleh : Nanae Zha

Hari tampak tidak bersahabat, ditatapnya sekumpulan awan yang menghitam. Tari berhenti di depan pertokoan lalu memandang wajahnya dari luar etalase. Wajah kumal, seragam dekil, tidak ada bagus-bagusnya, kalau penampilannya seperti ini Yusdi pasti akan berpaling.

“Permisi Mbak, kami mau menawarkan kosmetik terbaru. Satu set kosmetik ini bisa memutihkan, menyegarkan dan membuat kulit lebih kencang.” Seorang SPG mendekatinya dengan seribu rayuan maut.

Tergiur rayuan SPG, ia membeli produk itu apalagi ada diskon dua puluh persen, dan hasilnya akan terlihat dalam waktu satu minggu. Berada di antara kumpulan anak borju, cantik, membuatnya mengidap minder akut. Entah bagaimana dia berpikir sesempit itu. Padahal, di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Setelah satu minggu muncul bintik merah dihidung, rasa gatal di pelipis mata, semakin lama semakin banyak. Wajahnya tampak aneh. Yusdi datang ke rumahnya karena satu minggu ini tidak masuk sekolah. Tari menatap Yusdi sendu, di luar dugaan ia masih berdiri di sana sambil tersenyum.

“Nggak apa-apa Tari, bagi saya kecantikan itu dari hati.”

Yusdi mendekap Tari yang berurai air mata. Jika tahu setulus itu bisa menerima, hal konyol untuk mencoba-coba kosmetik tidak akan pernah ia lakukan.

“Aku suka bukan karena paras, tapi karena pribadimu.”


***

Rabu, 03 Juni 2015

Happy Anniversary

Oleh : Nanae Zha

Sepasang mata itu berbinar, sorot mata penuh antusias melihat jejeran sepatu dan tas branded yang sedang diskon besar-besaran. Hatinya kebat-kebit ingin segera memasuki toko yang begitu sesak, jangankan untuk berjalan, untuk bernapas pun akan kesulitan di sana.

“Sena?!” Damar tampak geram, tidak menggubris dirinya yang sedari tadi terus bicara. “Apa kamu mau masuk?”

“Bolehkah?” tanyanya penuh harap.

Damar mengangguk, ia tahu Sena tak mungkin bisa dihentikan meski ia bilang tidak. Jika memang tidak pun, Sena akan terus merengek setelah sampai rumah. Damar mengetahui dengan jelas hobi istrinya yang tidak bisa ia kendalikan. Namun, baginya membahagiakan Sena adalah hal utama.

Seharian ini Sena benar-benar lupa waktu, ia kembali saat sore menjelang.

“Apakah kamu hanya akan menghabiskan uang dan waktumu untuk belanja?”

“Tentu saja tidak! Pada akhirnya kamulah yang menjadi prioritas utama dalam hidupku. Happy Anniversary.” Ia menyodorkan bungkusan kecil yang baru saja dibelinya sebagai kado pernikahan mereka.
Ah, lagi-lagi Damar hanya bisa terdiam, ia selalu luluh pada senyum wanita di sampingnya. Sena mendekapnya erat, Damar membalas dengan mencium kening istrinya. Mereka sadar tak ada yang lebih berarti dari moment berdua seperti ini.

***
-END-

Cianjur, 04 Juni 2015

Selasa, 02 Juni 2015

Kyoto in Love


Oleh : Nanae Zha

“Irasshaimasu. Hajimemaste, watashiwa Ryu desu.”[i]

Ryu Yamada, dialah yang akan menjadi guide-ku selama seminggu di sini. Sebuah kota asing yang baru kali ini aku injak. Sebuah pertukaran pelajar singkat yang menjadi cerita antara aku dan dia.

Selama satu minggu, aku mengunjungi banyak tempat bersejarah yang memang diutamakan sebagai riset tugas sekolah. Dialah yang selama ini menemani perjalanan, entah kenapa rasanya aku bisa betah berlama-lama di sini. Bukan hanya karena indahnya pemandangan Kyoto, tapi semua karena dia. Pria putih bermata sipit.

“Dhea, hari ini terakhir kita bersama. Adakah tempat yang ingin kamu kunjungi?” tanya Ryu di sela-sela kesibukanku memotret Tokyo Tower.

“Ryu, aku mau pergi ke Kyoto.”

“Baiklah, aku akan menemanimu.”

Seperti janjinya, ia menemaniku menghabiskan hari terakhir di Jepang. Kyoto memang indah dengan segala peninggalan sejarahnya. Namun, Philosopher's Path saat musim semi adalah salah satu tempat terindah dan teromantis di kota ini. Ratusan pohon sakura berbaris di sepanjang pinggir kanal, membuat kuil-kuil yang berada di sekitar jalan tersebut terlihat makin indah.

“Terima kasih, Ryu. Kamu sudah membuat perjalanan ini begitu berwarna.”

“Tidak! Justru kamulah yang sudah mewarnai hidupku. Dhea, tsukiatte kudasai?![ii]

***



[i] Selamat datang, Perkenalkan nama saya Ryu.  
[ii] Jadilah pacarku!

Cianjur, 03 Juni 2015

Senin, 01 Juni 2015

NASKAH MISTERI



Oleh : Nanae Zha




Berkutat dengan kata seolah menjadi bagian dari keterasingan. Aleena terkurung dalam zona aman, tidak ada yang mampu menyentuh. Dunianya menjadikan ia semakin asing dari kehidupan nyata, misteri menjadi pilihan. Meski dalam dada, rasa membuncah mengharap kehidupan normal.

“Aleena!” seru suara asing.
“Siapa?” tanyanya aneh.

Bagaimana mungkin tengah malam begini ada yang mencarinya. Dengan malas menutup laptop, ia ayunkan langkah menuju datangnya suara. Saat pintu terbuka, tidak ada siapapun di sana.

“Waktumu habis!” Suara itu kembali terdengar semakin menggaung di telinganya.
“Kamu siapa? Jangan bercanda!” teriak Aleena.
“Aku di hadapanmu, tidakkah kamu melihatku?”

Bulu kuduknya merinding, tak ada siapapun di sana. Hanya ruangan sempit yang pengap dengan tumpukan buku dan file berantakan. Ia menatap laptopnya. Naskah yang beberapa minggu ini terus menghantuinya, dikejar deadline bukan hanya momok bagi penulis, tapi juga editor.

Peter?! Mungkinkah mitos itu nyata? Gumam Aleena dengan suara tersekat.

Puluhan editor meninggal dengan mengenaskan. Naskah kematian harus segera diterbitkan. Ia meminta nyawa orang yang membacanya. Jika tidak selesai pada waktunya, maka hanya satu pilihan. Kematian!

Bunyi tik tok itu muncul, keyboard pada laptop bergerak dengan sendirinya. Jantung Aleena berdegup kencang, napas terasa sesak. Dalam monitor tertulis.

YOU WILL DIE!!!


***

Cianjur, 02 Juni 2015