Senin, 24 Juli 2017

Expert Class GWP Batch 3




Yuhuuu ….
#GWP3 merupakan momen di mana saya bisa bertemu banyak orang, mengukir kenangan bersama mereka. Ada kisah micin yang tertoreh. Pengalaman nyasar sama pakbapak Gocar yang nggak mau buka aplikasi google map. Namun, kali ini saya tidak akan membicarakan soal kecupuan saya selama di Jekardah. Atau tentang kutukan micin saat bermain Werewolf  di rumah #MahLi yang atas kebaikan memberi tumpangan dan makan membuahkan hasil, hingga Mamah Lia Nurida bisa menjadi juara harapan 1 di event Gramedia Writing Project 3. Congrats, Mahli yeay ....

Oh, tidak lupa juga kepada “teman tidur” M. Dwipatra yang menjadi juara 1 dan Mamih Indah menjadi juara 2.  Dari 456 peserta #GWP3 saya bangga pernah menjadi teman tidur, teman ngakak, teman micin kalian. Uuncchhh ….

Terima kasih tak terhingga untuk seluruh staf, editor, admin, tim seleksi dan jajaran panitia GWP, atas kesempatan mengikuti Expert Class GWP 3 dan terus-terusan ngasih makan selama acara haha …. Ternyata Mbak Rosi dan Ceu Hetih tidak seseram dugaan saya. Love2 dah sama keduanya. Ah, masih belum puas padahal pas bagian Ceu Hetih, kenapa waktunya dikit? Hiks .

Dikarenakan cuma ada 3 materi yang dikirim admin GWP, maka saya menyimpan sekaligus berbagi ilmu yang sudah didapatkan saat mengikuti Expert Class GWP 3. Dengan mentor yang keceh, mulai dari Tere Liye, Aan Mansyur, Benzbara, Rosi L. Simamora, dan terakhir editor Hetih Rusli. Terima kasih atas ilmunya.

Expert Class with Tere Liye.

Dari sekitar 80 peserta saya terdaftar di kelompok 1. Kelas pertama bersama Tere Liye membahas mengengai IDE. Segala sesuatu di sekitar kita bisa menjadi ide, tapi penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial. Peserta langsung disuguhkan dengan tugas membuat kalimat dengan unsur kata HITAM. #bah haha

“Jika tidak menemukan sudut pandang yang spesial, maka kariermu tidak akan panjang.” (Tere Liye)

Mencari sudut pandang yang spesial ini memang gampang-gampang susah, semua perihal waktu dan keuletan. Jam terbang yang panjang seperti Tere Liye bisa dengan mudah memantik ide dari satu kata. Apalah saya yang hanya bagian dari partikel upil yang terinjak, terhempas, lalu tertiup angin. #halah

Setelah peserta menuliskan beberapa kalimat dan dibaca satu-satu (tidak semua sih). Bang Tere belum puas, ia masih mencari sudut pandang berbeda dari kata hitam yang bukan sekadar warna, simbol duka, atau apa pun yang mengandung unsur gelap hingga akhirnya ia cerita. Bagian ini saya lupa, entah mahasiswa atau salah satu peserta mentoring yang pernah dia temui.
Menuliskan begini, tepatnya lupa, intinya seperti ini ya, pakai bahasa sendiri, maaf kalau sedikit ngarang :) 

“Hitam seringkali datang terlambat, tidak sekali dua kali hingga yang lain sudah bosan menunggunya. Karena sering dikecewakan mereka sepakat meninggalkan hitam. Sejak saat itu, warna pelangi hanya ada mejikuhibiniu tanpa ada hitam.”

Ide itu terdiri dari lapisan-lapisan seperti bawang, setiap kali dikupas ada lagi lapisan yang lain. Makin spesial sudut pandang, maka makin kuat cerita yang kamu tulis.

PROSES KREATIF HUJAN Tere Liye
A.    DEVELOP


1.       Memunculkan pertanyaan-pertanyaan lalu temukan jawabannya.
2.      Bagaimana jika kita bawa kisah hujan ke masa depan, di mana tahun dengan segala kecanggihan teknologi, adanya mesin waktu untuk menghapus ingatan, tapi sulit menemukan hujan?
Dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian muncullah jawaban-jawaban. Kita bisa memulai semua dari.
What : Apa yang membuat hujan menarik? Karena tokoh perempuan yang penyuka hujan , di mana setiap turun hujan ia bisa mengenang banyak hal.

Saat membuat novel Hujan, yang pertama ditanyakan, apakah spesialnya hujan? Banyak orang yang menyukai hujan karena apa? Kalau tidak salah kemudia Bang Tere bilang, “karena saat hujan orang akan mudah mengenang masa lalu. Lalu bagaimana seseorang bisa memeluk erat masa lalu?”

Berhubung menulis novel berbeda dengan film yang bisa digambarkan secara visual, maka novel adalah cerita. Amunisi seorang penulis hanyalah kalimat atau tulisan. Cerita mengenai hujan sudah biasa, lalu muncul pertanyaan selanjutnya.



Where : Di mana setting yang akan dipakai?
When : Kapan kejadian ini terjadi? Di masa depan, masa lalu, atau kapan?
Who : Siapa pemeran utamanya? Detailkan karakter tersebut menjadi sesuatu. Siapa tokoh utama, teman baik, orang tua, dll.
How : Bagaimana isu hujan masuk tulisan?
Gunung meletus, perubahan alam yang mengubah siklus iklim di berbagai belahan dunia. Konflik terjadi saat hujan tidak ada lagi di bumi, sedangkan tokoh utamanya mencintai hujan dan kenangan. Hingga ia memutuskan untuk menghapus ingatan dengan mesin penghapus ingatan.

B.    KARAKTER
Bagaimana cara menciptakan karakter?

Contohnya: Novel Hafalan Surat Delisha

Idenya : seorang anak perempuan yang menghafal bacaan salat, tapi terputus sesuatu. Karena tahun itu lagi gandrung tsunami, maka tsunami Aceh menjadi pemutus hafalan tersebut.

Tuliskan karakter yang ingin kamu tulis:
1.      Tokoh utama siapa : anak kecil berumur enam tahun
2.      Gendernya apa : perempuan
3.      Sifatnya : imut menggemaskan tapi suka main bola
4.      Keluarganya siapa : bungsu dari 4 saudara.
Kuncinya saat kamu menentukan karakter adalah:
a.      Sesuaikan dengan kebutuhan cerita. Di novel tidak ada tokoh figuran seperti di film. Sekali kamu sebut namanya, maka harus clear ujung pangkalnya. Harus ada kesinambungan untuk apa kamu memunculkan karakter tersebut. Jika dia tidak penting, apakah kalau dihilangkan tidak mengubah jalan cerita?
b.      Buatlah pembaca jatuh cinta dengan karakter yang kamu buat. Misalnya, seperti tokoh-tokoh Harry Potter. Hermione, Ron, Draco Malfoy, Dumbledore bahkan Sirius si tokoh antagonis pun bisa membuat pembaca suka dengan keberadaannya. Maka, bisa dikatakan kamu sukses membuat cerita.

C.    SETTING

Ide itu memang tidak ada yang benar-benar original, kembali lagi ke pembahasan pertama carilah sudut pandang yang spesial. Mengenai setting, banyak sekali penulis yang menggunakan setting yang sama, misalnya tentang Jepang. Karena lagi ramai dan latah, setting pun ikut-ikutan di Jepang atau Korea.
Aduuhhh … sebenarnya di bagian ini saya cukup tertohok. L

Ya, berhubung Bang Tere memang sejenis penulis science fiction jelas ya setting-nya cenderung fantasi. (Muehehe … membela diri.) Namun, tidak ada yang salah dengan setting mainstream, tinggal bagaimana cara penulis membuatnya spesial. Intinya sefiksi apa pun tetap sesuaikan dengan logika.

Misalnya di Jakarta, bagaimana macetnya Jakarta, bagaimana suasana saat berada dalam busway, kalau perlu seperti apa aromanya, deskripsikan dalam tulisan kamu sehingga pembaca mempercayai apa yang kamu tulis hingga membuat mereka bisa berada di tempat yang sama.

Karena waktu yang cukup singkat, maka pembahasan bersama Bang Tere di Expert Class #GWP3 berakhir. Sayangnya, masih banyak pertanyaan lain yang ingin disampaikan huhuhu … dan saya lagi-lagi lupa tidak menuliskan bagian Q&A. Maafkan L
Mungkin penyampaian di atas ada yang terlewat atau ditambahkan sesuai ingatan saya yang sedikit labil. So, break dulu ya … semoga apa yang saya bagikan di atas bisa bermanfaat. Babay.