Senin, 29 Februari 2016

Menjelma Serupa Dirimu


Oleh : Nanae Zha

Satu roh bersemayam dalam jasad tanpa kau mau
Suci ; meski berkelebat bayangan dosa
Hasil malammalam panjang penuh cinta, katamu—atau mungkin napsu yang memburu?
Ah, lahirlah ia tanpa nama pun lantunan doa

Ada malaikat mungil teronggok di tong sampah
Bergulir sejuta kisah membawa resah
Tumbuh di alam kumuh, kedua sayapnya luruh
hingga mewujud dua puluh, ia tersentuh ....

Waktu terulang kembali, serupa cermin diri
Sang bidadari berkeliaran, disinggahi pun digagahi
Dosa tersaput bayang,
Bayang tak mudah hilang,
Hilang tanpa lambang,
Lambang kian kerontang,
Sekerontang hatinya mencari jalan pulang

Anakmu ... menjelma serupa dirimu
Melahirkan cerita yang sama berulang-ulang;
Jalang!

Cianjur, 06 September 2015

Selasa, 09 Februari 2016

Februari

#nanaezha_stories

Februari, di bulan inilah pertama kali aku menghirup aroma dunia dan membuka mata. Tak ingin membiarkan waktu berganti tanpa arti. Menulis kisah untuk dikenang sepanjang masa. Ada banyak cerita yang tak sesuai rencana, bukan berarti menyurutkan langkah untuk menggapai cita.

Februari, seringkali membuatku jatuh cinta meski kadang harus usai sebelum dimulai. Yakinlah! Cinta lain akan segera menghampiri. Saatnya menorehkan sejarah. Meskipun tidak dikenang dunia, minimal memori itu tercatat dalam diri sendiri dan bagi mereka yang percaya. Maka, untuk itu aku ada.


Catatan lama; Cianjur, 19 Februari 2015

Senin, 08 Februari 2016

Angel’s Smile


Image result for angel
Oleh : Nanae Zha

Wajahnya memucat ketika aku datang. Seminggu terbaring di sana tanpa ada yang menjenguk. Kasihan! Namun, tampaknya ia tidak mengharapkan kehadiranku. Setelah sepersekian detik  menatap dengan sorot ketakutan, akhirnya memejamkan mata, menangkupkan kedua telapak tangan ke telinga, menjerit histeris tanpa bisa kukendalikan. Beberapa perawat menghampiri, membuatku merasa bersalah karena telah mengganggu pasiennya.

“Per-gi! Pergi!”

Aku menatapnya, ada rasa iba melihat ketidakberdayaan itu. Namun, aku harus di sini, menunggu atau entah untuk mengintimidasi atas perasaan bersalah akibat masa lalu yang ia jalani.

“Tuan telah memerintahkan, Anda harus ikut saya sekarang!”

Bukan tak memiliki belas kasih, tapi tak ada negosiasi untuk hal ini. Tugasku untuk membawanya pulang. Ia semakin menegang, dadanya naik turun kehabisan oksigen, keringat dingin keluar dari tubuh. Dokter berulang kali memaki, seolah menyuruhku pergi tanpa henti memberi semangat padanya.

Aku geming. Kekuasaan itu telah diemban padaku. Sudah waktunya, alat pacu jantung yang dokter tekankan di dada takkan berfungsi. Aku tersenyum.

“Maaf, Dok. Anda kalah!” ucapku penuh kemenangan.

Tubuh itu pun meregang, terkulai lemah tanpa nyawa.

-END-


Cianjur, 10/01/2016