Sabtu, 24 Februari 2018

REVIEW NOVEL SANG ALKEMIS






Judul : Sang Alkemis (The Alchemist)


Penulis : Paulo Coelho


Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : ke-20, Agustus 2016
Halaman : 216 hlm

ISBN : 978-602-03-2305-3


Blurb:
Kisah tentang anak gembala bernama Santiago yang berkelana dari Spanyol ke padang pasir Mesir untuk mencari harta karun terpendam di Piramida. Di perjalanan dia bertemu seorang perempuan Gipsi, seorang lelaki yang mengaku dirinya Raja, dan seorang alkemis-semuanya menunjukkan jalan kepada Santiago menuju harta karunnya.

Tidak ada yang tahu isi harta karun itu, atau apakah Santiago akan berhasil mengatasi rintangan-rintangan sepanjang jalan. Namun perjalanan yang semula bertujuan untuk menemukan harta duniawi berubah menjadi penemuan harta di dalam diri.

Kaya, menggugah, dan sangat manusiawi, kisah Santiago menunjukkan kekuatan mimpi-mimpi dan pentingnya mendengarkan suara hati kita.

***

Novel sederhana yang penuh makna, syarat dengan pembelajaran untuk menemukan jati diri. Kita bisa belajar dari tokoh utama yang bernama Santiago. Dia belajar dari buku-buku, domba-domba, orang-orang yang ditemui, kota-kota yang disinggahi dan seluruh kepekaan dirinya digunakan untuk menemukan pertanda-pertanda.

Membaca buku ini memang seperti membaca dongeng, kisah tentang Narcissus, seorang anak gembala yang mencari harta karun, pertemuan dengan seorang raja hingga sang Alkemis yang menawarkan nilai-nilai yang patut diteladani. Ketika kita menginginkan sesuatu maka alam akan bersatu padu untuk mewujudkan keinginan kita.

Yang paling menarik dari dongeng dalam kisah ini adalah tentang teori kebahagiaan dari orang bijak. 

Seorang pemilik toko menyuruh anaknya pergi mencari rahasia kebahagiaan dari orang paling bijaksana di dunia. Si orang bijak berbicara dengan setiap orang, dan anak muda itu harus menunggu selama dua jam. Setelah itu, barulah tiba gilirannya.

"Semantara itu, aku punya tugas untukmu," kata si orang bijak. Diberikannya pada si anak muda sendok teh berisi dua tetes minyak. "Sambil kau berjalan-jalan, bawa sendok ini, tapi jangan sampai minyaknya tumpah."

Anak muda itu pun mulai berkeliling-keliling naik turun sekian banyak tangga istana, sambil matanya tertuju pada sendok yang dibawanya. Setelah dua jam, dia kembali ke ruangan tempat orang bijak itu berada.

"Nah," kata si orang bijak. "Apa kau melihat tapestri-tapestri Persia yang tergantung di ruang makanku? Bagaimana dengan taman hasil karya ahli taman yang menghabiskan sepuluh tahun untuk menciptakannya? Apa kau juga melihat perkamen-perkamen indah di perpustakaanku?"

Anak muda itu merasa malu. Dia mengakui bahwa dia tidak sempat melihat apa-apa. Dia terlalu fokus pada usaha menjaga minyak di sendok itu supaya tidak tumpah.

"Kalau begitu, pergilah lagi berjalan-jalan, dan nikmatilah keindahan-keindahan istanaku," kata si orang bijak. "Tak mungkin kau bisa mempercayai seseorang, kalau kau tidak mengenal rumahnya."

Merasa lega, anak muda itu mengambil sendoknya dan kembali menjelajahi istana tersebut, kali ini dia mengamati semua karya seni di langit-langit dan tembok-tembok. Dia menikmati taman-taman, gunung-gunung di sekelilingnya, keindahan bunga-bunga, serta cita rasa yang terpancar dari segala sesuatu di sana. Ketika kembali menghadap orang bijak itu, dia menceritakannya dengan mendetail segala pemandangan yang telah dilihatnya.

"Tapi dimana tetes-tetes minyak yang kupercayakan padamu itu?" tanya si orang bijak.
Si anak muda memandang sendok di tangannya, dan menyadari dua tetes minyak itu sudah tidak ada.

"Nah, hanya ada satu nasihat yang bisa kuberikan untukmu," kata orang paling bijak itu. "Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes air di sendokmu."

Berdasarkan kisah itu  kita harus cerdas untuk membagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk tetap fokus pada tujuan tanpa melupakan hal-hal kecil di sekitar kita.

Menurut saya alurnya sedikit lambat. Di bagian awal malah agak kesulitan membedakan mana narasi pengarang dan tokohnya. Karena POV narator sama dengan tokohnya apalagi tanpa di-italic. Namun, ada banyak quotes bertebaran sepanjang cerita menjadi daya tarik tersendiri : 

Takdir adalah apa yang selalu ingin kau capai. Semua orang ketika masih muda tahu takdir mereka. (halaman 30)

Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagad raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya.(halaman 31)

Supaya menemukan harta karun itu, kau harus mengikuti pertanda-pertanda yang diberikan. Tuhan telah menyiapkan jalan yang mesti dilalui masing-masing orang. Kau tinggal membaca pertanda-pertanda yang di tinggalkan-Nya untukmu. (halaman 40)

Tuhan jarang sekali mengungkap masa depan. Kalaupun Dia melakukannya, alasannya hanya satu :masa depan itu telah digariskan untuk diubah. (hlm. 136)

Di bab terakhir, Santiago bertemu dengan seorang Inggris yang terobsesi dengan Sang Alkemis. Disebut-sebut bahwa Sang Alkemis dapat mengubah logam apapun menjadi segumpal emas. Kisah cinta Santiago dan gadis gurun menjadi bumbu romantis dalam buku ini.

Jika engkau mencintai seseorang, biarkan ia pergi mengejar takdirnya. Jika ia memang jodohmu, ia akan kembali.


“Aku wanita gurun, dan aku bangga akan hal itu. Aku ingin suamiku bebas mengembara seperti angin yang berembus di bukit-bumit pasir. Dan kalau terpaksa, aku akan menerima bahwa dia telah menjadi bagian dari awan-awan, bintang-bintang, serta air di padang pasir.” (Fatima)

The last, buku ini saya rekomendasikan untuk siapa pun yang butuh bacaan bagus. 




Jumat, 09 Februari 2018

Review Sirkus Pohon


Judul : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Agustus 2017
Halaman : 410 hlm
ISBN: 978-602-291-409-9

Blurb :
Sirkus Pohon menceritakan kisah hidup seorang tokoh bernama Hobri, ia seorang pengangguran yang akhirnya menemukan semangat untuk bekerja demi orang yang sangat ia cintai.
Hobri bekerja sebagai badut di sebuah sirkus kelililng. Pekerjaan tetap pertama Hobri tersebut tidak selalu berjalan lancar, banyak konflik dan kesialan yang ia temui. Apakah menjadi badut pekerjaan yang hina atau suatu kebanggaan?

***

Salahkan saya yang memang bacaannya random dan enggak jelas, masa sejauh ini dengan berbagai pujian dan anugerah saya belum pernah baca sekali pun karya Andrea Hirata? Mau jadi apa literasi Indonesia jika pembacanya macam saya? Akhirnya, setelah melewatkan Laskar Pelangi (cuma nonton film-nya),  Sang Pemimpin,  Edensor, Padang Bulan, dan-lain-lain baru kali ini saya membaca karya beliau itu pun karena pengaruh Dosen Filsafat. Arrggghhh ....
Dan inilah buku yang saya tuntaskan membaca dalam sekali duduk. Kadang kalau sudah niat, saya bisa menghabiskan banyak waktu dengan buku. Jadi,  ini adalah hasil dari sebuah pencerahan tentang buku ini.

Judulnya Sirkus Pohon, sebenarnya tidak membuat saya tergerak dan penasaran apa isi ceritanya. Namun,  tampilan cover yang agak berbeda justru menjadi nilai lebih di mata saya. Oke, don't judge a book by its cover! Tapi itulah saya akhirnya melirik juga buku ini.
Awal membaca halaman pertama, saya sedikit bosan dengan gaya ceritanya. Terlebih diksi yang digunakan sedikit lebih kental dengan Melayu. Namun, saya makin penasaran dengan gaya ini yang berbeda hingga saya bisa menuntaskan dalam waktu beberapa jam.

Hal-hal menarik dalam novel ini :
1.  Bahasa yang digunakan cenderung Melayu, sehingga banyak peribahasa dan perumpamaan yang digunakan.
- Air susu dibalas air tuba
-Mencari jarum dalam tumpukan jerami
-Sikap kabur babi hutan,  yakni berlari lurus, tak bisa balik kucing.

2.  Ada banyak quotes menarik.

Kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini (hlm. 9)

Tuhan menciptakan tangan seperti tangan adanya,  kaki seperti kaki adanya untuk memudahkan manusia bekerja.

Mereka adalah penakut rasa sakit yang selalu dicekam hukum pertama bumi: gravitasi,  selalu menjatuhkan. Namun,  mereka memegang teguh hukum pertama manusia: elevasi,  selalu bangkit lagi (hlm. 72)

Orang-orang bertemu karena suatu alasan.

Tokoh menarik dalam buku ini justru bukan tokoh utama bagi saya. Saya menyukai tokoh Alun yang memiliki hidung tajam bak anjing. Adegan lucu saat ia bisa mengendus bola ping pong dalam botol bekas parfum.

Ending yang bikin penasaran adalah akhir dari para tokohnya.
1. Bagaimana kehidupan rumah tangga Dinda dengan Hob?
2.  Jati diri Taripol dan Abdul Rapi yang belum terungkap?

Selebihnya masih banyak tokoh yang belum terungkap tujuan dihadirkannya dalam cerita itu.  Bagian paling manis dan yang selalu saya tunggu adalah kisah Tara dan Tegar.  Duh,  meleleh mesti menunggu selama itu dan saling mencari padahal ada di depan mata.

Novel ini mengajarkan tentang pengalaman dan pemahaman mengenai hidup. Beberapa amanat yang bisa kita dapatkan adalah:
1.  Jangan putus asa dalam menjalani hidup
2. Hal-hal mistik sebaiknya tidak dijadikan patokan dalam menentukan nasib.
3. Kisah pemain sirkus yang sudah jarang ditemukan di masa sekarang dan betapa nilai bagus sering dianggap buruk padahal mereka melakukan pekerjaan itu total dengan hati.

Seperti pesan Andrea Hirata, bacalah buku ini dua kali, yang pertama untuk memahami jalan cerita, kedua nikmatilah gaya berceritanya. So, buat teman-teman yang butuh buku dengan gaya bahasa menarik, sedikit nyeleneh untuk menyentil politik dan mitos masyarakat, serta pemahaman akan ending yang bisa kalian imajinasikan sepuasnya maka buku ini menjadi salah satu yang wajib dibaca.