Jumat, 09 Februari 2018

Review Sirkus Pohon


Judul : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Agustus 2017
Halaman : 410 hlm
ISBN: 978-602-291-409-9

Blurb :
Sirkus Pohon menceritakan kisah hidup seorang tokoh bernama Hobri, ia seorang pengangguran yang akhirnya menemukan semangat untuk bekerja demi orang yang sangat ia cintai.
Hobri bekerja sebagai badut di sebuah sirkus kelililng. Pekerjaan tetap pertama Hobri tersebut tidak selalu berjalan lancar, banyak konflik dan kesialan yang ia temui. Apakah menjadi badut pekerjaan yang hina atau suatu kebanggaan?

***

Salahkan saya yang memang bacaannya random dan enggak jelas, masa sejauh ini dengan berbagai pujian dan anugerah saya belum pernah baca sekali pun karya Andrea Hirata? Mau jadi apa literasi Indonesia jika pembacanya macam saya? Akhirnya, setelah melewatkan Laskar Pelangi (cuma nonton film-nya),  Sang Pemimpin,  Edensor, Padang Bulan, dan-lain-lain baru kali ini saya membaca karya beliau itu pun karena pengaruh Dosen Filsafat. Arrggghhh ....
Dan inilah buku yang saya tuntaskan membaca dalam sekali duduk. Kadang kalau sudah niat, saya bisa menghabiskan banyak waktu dengan buku. Jadi,  ini adalah hasil dari sebuah pencerahan tentang buku ini.

Judulnya Sirkus Pohon, sebenarnya tidak membuat saya tergerak dan penasaran apa isi ceritanya. Namun,  tampilan cover yang agak berbeda justru menjadi nilai lebih di mata saya. Oke, don't judge a book by its cover! Tapi itulah saya akhirnya melirik juga buku ini.
Awal membaca halaman pertama, saya sedikit bosan dengan gaya ceritanya. Terlebih diksi yang digunakan sedikit lebih kental dengan Melayu. Namun, saya makin penasaran dengan gaya ini yang berbeda hingga saya bisa menuntaskan dalam waktu beberapa jam.

Hal-hal menarik dalam novel ini :
1.  Bahasa yang digunakan cenderung Melayu, sehingga banyak peribahasa dan perumpamaan yang digunakan.
- Air susu dibalas air tuba
-Mencari jarum dalam tumpukan jerami
-Sikap kabur babi hutan,  yakni berlari lurus, tak bisa balik kucing.

2.  Ada banyak quotes menarik.

Kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini (hlm. 9)

Tuhan menciptakan tangan seperti tangan adanya,  kaki seperti kaki adanya untuk memudahkan manusia bekerja.

Mereka adalah penakut rasa sakit yang selalu dicekam hukum pertama bumi: gravitasi,  selalu menjatuhkan. Namun,  mereka memegang teguh hukum pertama manusia: elevasi,  selalu bangkit lagi (hlm. 72)

Orang-orang bertemu karena suatu alasan.

Tokoh menarik dalam buku ini justru bukan tokoh utama bagi saya. Saya menyukai tokoh Alun yang memiliki hidung tajam bak anjing. Adegan lucu saat ia bisa mengendus bola ping pong dalam botol bekas parfum.

Ending yang bikin penasaran adalah akhir dari para tokohnya.
1. Bagaimana kehidupan rumah tangga Dinda dengan Hob?
2.  Jati diri Taripol dan Abdul Rapi yang belum terungkap?

Selebihnya masih banyak tokoh yang belum terungkap tujuan dihadirkannya dalam cerita itu.  Bagian paling manis dan yang selalu saya tunggu adalah kisah Tara dan Tegar.  Duh,  meleleh mesti menunggu selama itu dan saling mencari padahal ada di depan mata.

Novel ini mengajarkan tentang pengalaman dan pemahaman mengenai hidup. Beberapa amanat yang bisa kita dapatkan adalah:
1.  Jangan putus asa dalam menjalani hidup
2. Hal-hal mistik sebaiknya tidak dijadikan patokan dalam menentukan nasib.
3. Kisah pemain sirkus yang sudah jarang ditemukan di masa sekarang dan betapa nilai bagus sering dianggap buruk padahal mereka melakukan pekerjaan itu total dengan hati.

Seperti pesan Andrea Hirata, bacalah buku ini dua kali, yang pertama untuk memahami jalan cerita, kedua nikmatilah gaya berceritanya. So, buat teman-teman yang butuh buku dengan gaya bahasa menarik, sedikit nyeleneh untuk menyentil politik dan mitos masyarakat, serta pemahaman akan ending yang bisa kalian imajinasikan sepuasnya maka buku ini menjadi salah satu yang wajib dibaca.

Tidak ada komentar: