Selasa, 14 Maret 2017

Review Novel Tempat Paling Sunyi


Judul : Tempat Paling Sunyi
Penulis : Arafat Nur
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 328 halaman
ISBN : 978-602-03-1742-7

Blurb :

“Sebisa mungkin aku menyembunyikan kesedihanku darinya, agar tidak membuatnya tambah hancur ... aku mengintipnya lewat jendela, dan ketika melihatnya kembali dalam kekecewaaan, aku pun menangis ....”

Mustafa rela mengorbankan dirinya hidup menderita dalam kungkungan Salma, di tengah situasi kacau wilayah yang sedang dilanda perang saudara. Bertahun-tahun dia terus berjuang mewujudkan impiannya, sampai kemudian dia menemui cinta sejati dari Riana yang membangkitkan kembali semangat hidupnya. Namun, takdir berkehendak lalin, Mustafa kembali terempas, jatuh terpuruk dalam ketidakberdayaan; di dunia ini dia berjalan seorang diri melalui tempat yang paling sunyi ....

***

Cover

Pertama melihat novel ini, tentu saja hal yang menarik adalah judulnya. Seolah menggambarkan kesepian dan keterpurukan tokoh dalam novel tersebut. Dan nyatanya setelah saya baca sampai tuntas pun memang begitulah adanya. Saking terpuruk, dia hanya ingin terus menenggelamkan diri pada keterasingan, kesepian dan tempat yang tak terjamah, sebuah tempat paling sunyi. Saya menyukai warna covernya yang soft,  tak terlalu banyak deskripsi, tetapi mewakili isi cerita dengan siluet seorang lelaki berjalan sendiri di tempat paling sunyi. Keren.

Tokoh dan karakter :
1.      Mustafa : seorang penulis novel yang berjuang habis-habisan untuk mewujudkan impiannya, namun kelabilan emosi membuatnya begitu lemah. Melihat kondisi Mustafa memang membuat beberapa orang akan iba. Selalu merasa tersiksa dengan pikiran dan kerumitan yang dibuat sendiri.

2.      Salma : istri yang dinikahinya ternyata tidaklah sepintar dugaannya, yang hanya bisa menghamburkan uang, ngomel dan segudang masalah seolah dituduhkan karena Salma sumbernya, padahal jika dikaji Mustafa turut andil bagian dalam hancurnya rumah tangga mereka.

3.      Riana : istri simpanan yang perfect-nya luar biasa, penyabar, pengertian, perhatian yang paling memahami Mustafa dari siapa pun. Wajar jika Mustafa mencintainya lebih dari apa pun.

Untuk ketiga tokoh itu memiliki porsi yang cukup dalam cerita, setiap kali Salma berteriak betapa saya bisa merasakan kekesalan Mustafa. Pun sebaliknya ketika Mustafa yang bertingkah aneh dan cenderung memikirkan diri sendiri membuat saya merasa simpati dengan Salma, meski sebenarnya Salma baik hanya mudah terpengaruh omongan ibunya, meski penulis terasa timpang ketika terus-terusan menyalahkan Salma dalam beberapa kasus *uhuk jiwa sesama perempuan.

Buku ini membuat saya geram dengan kebodohan Mustafa sendiri, misalnya ketika dia menunggu jawaban dari novel yang dikirim, padahal selagi menunggu harusnya menulis yang baru. Atau beberapa tindakan Mustafa yang kadang tanpa perasaan, kembali pada Salma setelah beberapa bulan ditinggalkan tanpa nafkah lahir batin, lalu kembali pada Riana yang akan selalu menerima kehadirannya dengan senyuman. Sungguh beruntung, di balik keterpurukannya ia memiliki istri yang luar biasa.

Beberapa bagian membuat kening berkerut adalah cara penuturan Arafat Nur yang sebetulnya cukup ringan, konflik batin, rumah tangga juga efek peperangan di Aceh telah membuat sebagian besar warga trauma. Kadang saya merasa yang dijabarkan dalam kisah Mustafa adalah kesulitan-kesulitan seorang Arafat Nur, malah berpikir kalau ini adalah kehidupan sang penulis. Entah benar atau tidak saya cukup terbawa dalam situasi tersebut. Meskipun saya kehilangan surprise, karena Arafat Nur selalu membocorkan cerita di setiap perpindahan bab.
 
Misalnya perpindahan bab yang menyatakan Riana menjadi istri simpanan Mustafa. Atau di bab lain yang menyatakan bahwa Mustafa meninggal. Kadang membuat saya gemas, kenapa harus membongkar jawaban yang seharusnya dibuat twist, sehingga hal mengejutkan itu hilang.
Namun, walau bagaimanapun saya masih ingin membaca sampai tuntas.

Saya mengira bahwa kematian Mustafa akan menutup cerita ini dengan mudah, ternyata tidak! Di sinilah letak kejutannya. Mustafa kedua telah hadir, seorang penulis novel—mirip  Mustafa—yang penasaran hingga ia menelusuri jejak Mustafa. Mencari novel yang pernah diterbitkan dan mengunjungi Salma yang hampir menggila.

Dia, yang kemudian jatuh cinta pada Riana, akhirnya menulis kembali kisah Mustafa dalam novelnya. Hingga ending-nya, dia kebingungan, apakah keputusannya kembali menemui Riana akan berjalan mudah? Bagaimana dengan kisah rumah tangganya yang di ambang kehancuran. Apakah Riana akan kembali menjadi istri simpanan seorang penulis (lagi).
Ah, bagian ini nggak mau spoiler ... lebih baik baca sendiri isinya biar lebih gereget. :D

Di awal sih rapi banget, meski akhirnya di bab terakhir kerap menemukan typo, but ... itu manusiawi. Ada yang salah menyebut nama Riana menjadi Salma, atau menulis kata disadari jadi didasari, juga beberpa typo yang kemudian saya abaikan.

Amanat yang didapatkan setelah membaca buku itu :

1.      Mengingatkan saya untuk kembali membuat novel yang lebih baik lagi. Kegigihan Mustafa mengajari saya banyak hal dalam meraih mimpi.

2.      Riana adalah sosok istri yang banyak menginspirasi perempuan untuk menjadi istri saleha #uhuk

Akhirnya, saya akan merekomendasikan buku ini sebagai buku yang butuh pemahaman dan kejiwaan yang luhur dalam memahami tokohnya. Buku ini bagus untuk siapa pun, hanya mesti sedikit sabar dengan penuturan yang agak lambat karena terlalu banyak narasi, tapi sepertinya memang begitulah ciri khas seorang Arafat Nur.

Profil penulis :
Arafat Nur adalah penulis prosa yang memulai bakatnya dengan menulis pusis, lantas mengarang cerita pendek dan terakhir lebih terpumpun pada novel. Di sela-sela kesibukannya sebagai pekerja serabutan, dia gemar membaca buku apa saja terutama buku sejarah dan sastra asing.

Lampuki (Serambi, 2011) merupakan novelnya yang terpilih sebagai pemenang DKJ 2010 dan meraih Khatulistiwa Literary Award 2011. Burung Terbang di Kelam Malam (Bentang, 2014) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul A Bird Flies in the Dark of Night. Buku terbarunya, Tanah Surga Merah (Gramedia, 2017) siap untuk segera dibaca nih.
Top of Form
Bottom of Form



Tidak ada komentar: