Kamis, 21 Agustus 2014

Janji Julian


Zhe menghirup udara pagi ini, masih segar seperti biasanya dengan aroma basah dari dedaunan sisa hujan tadi malam. Kabut pagi di balik gunung itu menutupi jalanan dan perkebunan teh. Padahal, sepanjang minggu ini jalan Bogor-Puncak-Cianjur dipadati kendaraan hilir mudik. Tempat paralayang pun sesak oleh pengunjung dari berbagai kota. Apalagi daerah Puncak menjadi transit bagi beberapa orang sebagai tempat peristirahatan. Hamparan hijau perkebunan teh menjadi sebuah oase bagi mereka yang terbiasa dengan padatnya kota.
 
“Hari ini Julian... setahun lalu kita berjanji akan bertemu di atas bukit itu,” Zhe bergumam.
Julian, dialah pria yang memperkenalkannya pada cinta pertama. Seorang pemuda kota, tampan, cerdas tapi bersahaja. Ia tidak malu berkenalan dengan Zhe seorang gadis desa yang sederhana. Pertemuaannya saat itu, meninggalkan kesan yang mendalam, Zhe hampir saja menabrak Julian dengan gerobaknya yang penuh dengan rumput untuk makanan sapi-sapinya. Zhe tinggal dengan Eyang yang semakin tua, makanya ia yang melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Terkadang, ia juga membantu membersihkan kandang sapi. Saat itulah, Julian semakin mengagumi sosok Zhe yang begitu tangguh mengerjakan segalanya sendirian.
Dulu, selagi Emak masih ada, Zhe sempat dibuat pusing tujuh keliling.
“Matak ge Neng, geura nikah! Tuh, Kang Aziz ge bageur, kasep deuih, naon deui atuh Neng nu kurang?” (makanya Neng, cepet nikah! Tuh, Kang Aziz juga baik, cakep lagi, apalagi Neng yang kurang?) ucapannya masih terus terngiang-ngiang di telingaku.
Bahkan sepeninggal Emak, Kang Aziz masih saja suka mendekati Zhe meskipun ia sudah ditolak. Entahlah, pernikahan itu enggak mudah apalagi berhubungan dengan perasaan. Dan ia masih menunggu janji Julian.
“Kenapa kamu masih saja percaya sama janji Julian, Zhe?” tanya Ilo, sahabat Zhe.
“Aku percaya sama dia, itu saja!” Zhe merasa tak perlu ada alasan lain ketika ia telah memercayai seseorang.
“Kamu terlalu naif Zhe, ingat dia pemuda kota! Orang kota enggak bisa dipercaya kahkahkah...,” Ilo tergelak, entah bagian mana yang lucu bagi Zhe.
PLAAAKKK! Zhe menimpuknya dengan buku yang sedari tadi ia pegang. Buku CHSI yang ia dapat dari Julian setahun lalu, entah kenapa Julian memberikan buku ini, apapun itu pemberian dari Julian sangat berarti bagi Zhe.

~o~

Seperti janji Julian, sore ini tepat pukul 15.00 wib, Zhe menunggu dengan perasaan was-was. Dari balik bukit ini lembayung menyaput wajah Zhe dengan semburat jingga yang syahdu, jam menunjukkan pukul 17.00 wib, lebih dari 2 jam waktu yang telah dijanjikan, tapi Julian belum datang juga.
“Kemana Julian? Apakah terjadi sesuatu dengannya? Atau dia lupa pada janjinya satu tahun lalu? Apakah benar seperti kata Ilo, bahwa pemuda kota tidak bisa dipercaya? Kumohon Julian, tepati janjimu! Jangan sampai aku benar-benar membenci senja ini!”
Zhe masih sibuk dengan pikirannya yang terus berkecamuk, sementara senja telah berganti, kini yang tersisa hanya gelap, kelam dan dingin...

~o~

Dua hari telah berlalu, airmata Zhe belum juga mengering, kekecawaannya pada Julian masih belum terlupakan. Tiba-tiba, ia melihat di layar televisi sebuah berita yang mengejutkan.

“Selamat Siang, berjumpa lagi dengan saya Jeremi Teti di sekilas info.
Pemirsa, seorang pemuda berusia 25 tahun ditemukan tewas di daerah perkebunan teh malam tadi, di daerah Puncak, Bogor. Tim forensik dan tim Inafis Mabes Polri telah menyisir TKP dan membawa jenazah untuk diperiksa di laboratorium. Berdasarkan kartu tanda pengenal, ia bernama Julian berasal dari Kemayoran, Jakarta. Berdasarkan saksi dan bukti, Kepolisian setempat memastikan bahwa kasus ini murni pembunuhan dan hingga saat ini mereka telah berhasil meringkusnya. Pelaku pembunuhan adalah seorang pemuda setempat yang bernama Aziz, disinyalir karena adanya kecemburuan yang memicu perdebatan mereka yang akhirnya tega menghilangkan nyawa manusia.
Sekian  sekilas info hari ini, saya Jeremi Teti dan segenap kru yang bertugas mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa.”

Seperti mendengar petir di siang bolong, Zhe tidak bisa berkata-kata lagi. Dadanya semakin sesak, tidak disangka, Aziz pemuda yang dianggap baik selama ini ternyata tega melakukan perbuatan keji seperti itu. Zhe terisak pedih....
“Julian, aku tahu kamu telah menepati janjimu.”

***

#EventCeritakriminal_KBM_kahkahkah...#Plak!!!

Tidak ada komentar: