Jumat, 20 Februari 2015

Satu Kenangan yang Tertinggal




“Don, Astroboy lu mau married!” ucap Laras jelas tanpa sensor.
Jleb! Ada sakit di tengah sini, butiran bening mulai menggenang, lantas kubuang muka menghindari Laras.
Tiba-tiba telepon berbunyi di saat tepat. Pesan pendek dari seseorang yang baru saja menjadi topik pembicaraan. Ah, Doel, my astroboy_panggilan kesayanganku dulu_panjang umur dia.

Don, apa kabar? Maaf kalau ganggu, minggu depan aku nikah. Aku harap kamu bisa datang ya...

Kubaca sms perlahan, takut ada satu kata terlewat atau salah baca hingga artinya lain. Dan ini bukan pesan pendek, tapi pesan panjang yang sempurna untuk memperpanjang penderitaan.
Married? sebulan lalu kami masih bersama, dia bilang belum siap untuk nikah. Tapi, kini sudah berencana menikah. Entah sandiwara apa yang ia mainkan. “Jangan menangis lagi, Dona.” Laras menghiburku.

~0~

Soal cinta aku lemah, kata gagal nampaknya bersahabat  denganku. Tapi, yakin seseorang telah dipersiapkan, tinggal memantaskan diri, banyak cara cinta itu bertemu.
“Dona, ya?” Wajahnya tidak asing, tapi sumpah berani salto tetap nggak bisa mengingatnya.
“Aku kira ini pernikahan kamu sama Doel.” Semoga ia orang pertama dan terakhir yang mengatakan itu di pesta ini.
Entah darimana kekuatan menerima undangannya? Sempat meragu, lalu ia menggandengku. Aneh, kubiarkan saja tautan jemarinya yang hangat, seperti memiliki kekuatan kedua dan rasa percaya diri untuk menampakkan batang hidung di depan Doel.
“Hai! Selamat ya,” ucapnya, Doel melirik padaku, terpana menatap tanpa berkedip.
“Kalian bersama?”
Pria yang masih belum bisa kuingat itu mengangguk, meraih tanganku. Semula ingin kutepis, tapi bukankah bagus melakukan didepan Doel? Dia pikir hanya dia pria hebat, dengan cepat berpindah ke lain hati. Dia pikir aku nggak bisa move on dari jerat cintanya?

Keluar dari resepsi membuat lega, bersyukur takada tetes airmata, entah karena telah mengering atau mungkin karena dia yang tak bisa kuingat namanya.
“Eh, tunggu! Maaf ... nama kamu siapa?” Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga.
“Dendy,” ucapnya jelas, nama yang rasanya pernah kudengar tapi entah dimana.

~0~

Malam ini langit tak bersahabat, tetesan air hujan membasahi kaca jendela. Malam yang akan dilewati oleh Doel dan isterinya. Sial! Sakitnya masih terasa, air mata pun bergulir bebas tanpa perlu komando.

Kupandangi layar laptop, niat mengerjakan tugas, tapi tak satu pun kata kutulis. Kubuka facebook yang lama tak terjamah, foto kenangan Doel belum kuhapus.
“Dendy?” Nama itu muncul di inbox.

Hey! kamu yang gagal move on ... terus saja menangis seperti itu, hingga sumber airmata mu tak bersisa. Asal jangan kamu habiskan sumber senyummu itu buatku. Semangat!! J

Memoriku kembali ke beberapa tahun lalu. Saat SMA, seragam olahraga berwarna biru, tas gendong melingkar di bahu.
“Don, ini buat kamu.” Seorang cowok berseragam putih abu dengan kaca mata minusnya, memberi amplop berwarna biru muda, disana tertulis :

“One day in your life, when you find
that you’re always waiting for the love we used to share
just call my name
and I’ll be there...”

Dendy

Seingatku itu lirik lagu One Day in Your Life dari Michael Jackson. Aku langsung mencari CDnya. Dialah pemuda yang untuk pertama kalinya mengajariku untuk tersenyum diam-diam.

***

Tidak ada komentar: