Jumat, 20 Februari 2015

Tutup Auratmu!



Oleh : Nanae Zha

 “Tidak akan dihormati jika bukan dirimu yang menghormati.” Masih terngiang ucapan almarhumah nenek yang lebih sering kuanggap sebagai angin lalu. Entah apa maksudnya, masih belum mengerti, tapi juga tak ada niat bertanya lebih jauh. Kuabaikan saja petuahnya.
“Eh, Na ada salam tuh dari Heri,” ucap kakak kelasku saat pulang sekolah.
Saat itu aku masih kelas satu SMP, sebenarnya belum mengerti arti kata salam, apakah sama dengan cinta atau sebuah kata iseng tanpa makna? Hampir setiap harinya, setelah pulang sekolah dengan satu geng, selalu dibuntuti anak kelas tiga. Membuatku dan teman-teman merasa risih dengan keberadaan mereka.
Sampai suatu hari, aku berjalan sendiri saat pulang sekolah. Di tikungan itu aku dikagetkan oleh Bambang temannya Heri.
“Na, Heri mau ngomong sesuatu sama kamu.”
“Ada apa? Kalau mau ngomong di sini saja,” ucapku mencoba berani menghadapi kakak kelas yang terbilang garang, mereka termasuk anak-anak yang rajin masuk ruang BP karena sering tawuran.
“Dia mau kamu datang ke sana.” Ia menunjukkan tempat di ujung gang yang lumayan agak sepi.
“Enggak mau, ah!”
“Ayo, kalau kamu enggak nurut nanti aku yang kena marah.”
Tanpa ancang-ancang ia menarik tanganku erat, diseret-seret untuk mengikuti kemauannya. Jantung dag dig dug, keringat dingin mengucur di dahi. Aku pun berteriak sekencang-kencangnya, dan beruntung ada teman sekelas yang lewat di sana.
“Hey! Ada apa, Na?” Mereka mendekat. Bambang yang masih menarik paksa tanganku, menoleh ke arah teriakan. Karena banyak yang datang dan mungkin dia malu, akhirnya ia melepas tanganku dan pergi menjauh.
Lalu, aku menceritakan kejadian itu sama nenek. Ia masih menatapku lekat, ada rasa khawatir di pelupuk matanya. Namun, ia mencoba tersenyum sebijak mungkin.
“Nenek bilang juga apa, tidak akan ada yang menghormati jika kamu tidak menghormati dirimu sendiri.”
“Maksud Nenek? Bagaimana caraku menghormati diri sendiri?”
“Tutup auratmu! Maka Allah akan melindungi kehormatanmu. Setiap helai rambut, akan meminta pertanggungjawaban di akhirat, setiap langkah tanpa menutup aurat sama dengan kamu mendorong bapakmu ke neraka.”
Aku terperenyak, sesaat aku terdiam. Aku kira masih muda, bukan Emak-emak yang harus selalu pake jilbab panjang dan gamis menjuntai-juntai sampai bisa membersihkan lantai tanpa perlu menggunakan sapu.
Tapi, aku enggak mau mengalami kejadian buruk seperti itu lagi. Keesokan harinya aku minta Nenek membeli seragam panjang dan jilbab. Aku mau belajar berhijab. Setelah penampilanku berubah, entah bagaimana caranya perilaku pun berubah. Aku merasa lebih tenang dalam setiap kata juga perbuatan. Mungkin aku harus berterima kasih pada Heri dan temannya, jika saja dulu itu tidak terjadi belum tentu saat ini aku memakai hijab. Selalu ada hikmah di balik musibah.
Nenek meninggal tujuh tahun lalu, dan aku masih terus teringat akan nasihatnya hingga sekarang. Semakin hari hanya ingin menjadi pribadi lebih baik. Aku ingin mendapatkan suami yang kelak akan membimbingku dunia akhirat, karena pada dasarnya jodoh kita adalah cerminan pribadi kita.
Wahai calon imam yang masih dirahasiakan, temukan aku dalam doamu. Semoga dengan ridho-Nya kita akan bertemu dengan cara yang indah. Semoga dengan menutup auratku, sama dengan membuka jodohku.

***
Cianjur, 12 Februari 2015

Tidak ada komentar: