Minggu, 23 November 2014

Review The Fault in Our Stars



Judul : The Fault in Our Stars
Penulis : John Green
Penerbit : Qanita
Hal : 424 halaman
ISBN 978-602-1637-39-5
Harga : Rp. 49.000

Banyak yang bilang buku ini bagus, ehmm ... ternyata nggak sehebat dugaan saya. Ekspektasi saya mengharapkan lebih sebenarnya, entah karena saya baca terjemahannya mungkin hal itu mengurangi sense yang ada dalam novel aslinya.

Hazel Grace Lancaster, gadis berusia enam belas tahun mengidap penyakit kanker tiroid dengan metastasis di paru-paru. Ia putus asa, bisa dibayangkan ketika kita divonis mengidap penyakit kanker, apakah harapan hidup panjang itu masih akan kita miliki? Begitu pun Hazel meski keajaiban medis mampu membuat ia bertahan lama dan bisa mengecilkan tumornya, tetap saja sebagai seorang pesakitan merasa hidup panjang pun tidak ada gunanya.
Namun, semua itu berubah saat ia bertemu dengan seorang pemuda di Grup Pendukung Anak-anak Penderita Kanker, dialah Augustus Waters yang memberinya harapan baru dan kekuatan baru untuk mewujudkan sebuah mimpi.
Hazel terlalu berambisius dengan sebuah buku karya Peter van Houten, Kemalangan Luar Biasa, buku yang menurutnya sama berharganya dengan Alkitab.

“Akan tiba saatnya, ketika kita semua mati. Akan tiba saatnya ketika tidak ada lagi umat manusia yang tersisa untuk mengingat bahwa manusia pernah ada atau spesies kita pernah melakukan sesuatu. Tidak akan ada siapapun yang tersisa untuk mengingat Aristoteles atau Cleopatra, apalagi mengingatmu. Semua yang kita lakukan, dirikan, tuliskan, pikirkan dan temukan akan terlupakan, dan semua ini tidak akan ada artinya. Mungkin saat itu akan segera tiba, mungkin juga masih jutaan tahun lagi, tapi seandainya pun kita bertahan hidup dari kebinasaan matahari, kita tidak akan bertahan hidup selamanya. Ada masa sebelum organisme mengalami kesadaran, dan akan ada masa setelahnya. Jika kau khawatir dilupakan untuk selamanya oleh manusia, aku mendorongmu untuk mengabaikannya saja. Tuhan tahu, itulah yang dilakukan semua orang lainnya.” (hal 22-23)

Gus pun akhirnya tertarik dengan buku ini, mereka berdua saling berbagi, namun satu yang disayangkan dari buku Kemalangan Luar Biasa, menyisakan pertanyaan yang ingin mereka tahu kelanjutan ceritanya.
Akhirnya, Gus mewujudkan keinginannya untuk mempertemukan Hazel dengan penulisnya Peter van Houten, mereka harus terbang ke Amsterdam. Perjalanan yang luar biasa. Namun, setibanya di sana Peter bukanlah orang tepat untuk dikagumi, ia adalah pecandu alkohol yang kehilangan kepercayaan diri juga kepercayaan pada orang lain. Hazel kecewa karena perjalanannya sejauh ini tidak menghasilkan apapun dan tidak sesuai harapannya.
“Kepedihan menuntut untuk dirasakan.” (hal.89)

Hari baik terahir tiba, saat di mana Gus tidak bisa bertahan, ia harus pergi dan meninggalkan Hazel dengan ketakterhinggaan kenangan kecil mereka. Meskipun, sejujurnya ini kisah romantis yang tragis, namun saya tidak merasakan ketragisan dan kesedihan saat Gus meninggal. Dan saya merasa Hazel terlalu kuat bahkan tidak menitikkan airmata saat acara pemakaman Gus, itu rasanya tidak normal ketika kita kehilangan orang yang kita cintai. Saya cukup salut dengan imaji John Green tentang obat Phalanxifor yang membuat saya berpikir bahwa itu memang sejenis obat yang benar-benar ada.

Buku ini, bercerita tentang harapan dan semangat untuk menjalani hidup. Bukan untuk mengutuki rasa takut karena suatu saat kita semua pasti mati. Meski entah siapa yang akan mengingat kita, atau mungkin tak satu pun dari mereka yang mengingat kita. Namun, hidup memanglah seperti itu, ada, lalu pergi dan dilupakan. Hanya bagaimana hidup yang kita miliki bisa kita nikmati. Biarlah bintang-bintang itu tetap bercahaya, meski kesalahan terdapat pada bintang-bintang yang menyertai takdir kita, namun hidup bukanlah tentang salah dan benar, tapi juga tentang cinta. Ada banyak orang yang mencintai kita dengan cara yang berbeda, maka kewajiban kita menghormati cinta yang mereka berikan dengan setiap senyuman.

Over all, I like with this book, berharap baca versi aslinya bukan terjemahan. Entah rasanya akan sama atau lebih kentara pesannya. Tapi, ah ... pasti membutuhkan waktu yang lama untuk membaca buku dalam bahasa Inggris hahaha ... 

Tidak ada komentar: