“Hati Tak Hanya Milik Manusia”
Apa kabar Cinta?
Seperti biasa, aku selalu baik karena tak ada perhatian yang
melebihi perhatianmu. Hari menjadi lebih baik dan bertambah ceria setiap kali
kau menyapa, menatapku bahkan menjamah tubuhku yang kaku semalaman. Setiap jalan
yang dilewati, meski itu terjal dan berliku mampu sampai finish jika kau yang
menggandeng dengan yakin. Jarak tak pernah menjadi masalah ketika aku bisa
menghabiskan ribuan mil untuk terus kulalui denganmu.
Cinta...
Setiap tarikan napas, setiap kata yang kau eja, setiap jengkal
langkah, aku teringat akan ucapanmu, “semakin jauh kaki mengayuh maka semakin
dalam nama terukir.” Tapi, bagiku bukan sekedar nama karena aku tahu cintamu
telah mengakar jauh di dasar hati. Benar, aku begitu sabar menghadapimu, tapi
tahukah engkau sesungguhnya sabar ini karenamu. Jika melihatmu yang tak pernah
malu berjalan denganku, meski sejawatmu mencemooh keberadaanku, engkau yang
berusaha mati-matian membela. Aku yang tak pernah dilirik banyak orang, namun
kau bisa menerima apa adanya. Hingga, aku rela menyerahkan segalanya untukmu.
Bahkan hidup dan matiku!
Cinta...
Apalah arti rupa karena aku percaya engkau begitu setia.
Terima kasih atas kebersamaan yang pernah kita lalui bersama, di bawah terik
matahari, debu mengganas menerpa tubuh, engkau mengusap penuh cinta. Masih
ingatkah moment itu? Di bawah guyuran hujan, desahan napasmu kudengar jelas di
telinga. Dan kita lalui pekatnya malam hingga fajar menyingsing di ufuk timur,
kulihat engkau terlelap di samping, aku berhasil mencuri diam-diam hingga kau
membuka mata. Lalu cinta mana lagi yang aku harapkan selain dari cintamu? Cukup
memilikimu merupakan anugerah terindah dalam hidupku.
Sampai suatu hari, aku pernah kecewa ketika engkau menyatakan
cinta di balik punggungku. Pada gadis cantik yang kau bawa tepat di hadapanku.
Laras! Itu namanya! Lalu, apakah kau akan melupakan aku? Mungkin tempatku akan
tergeser oleh keberadaannya yang jauh lebih memikat. Apalah daya, aku pun tak
bisa menolak dan meninggikan ego ketika engkau lebih memilihnya. SELAMAT
terucap dalam hati meski tak mampu kau dengar.
Setelah hari itu, kau lebih sering memujinya, lebih sering
mengajaknya meski kau tak lupa mengajakku juga. Malah sering kudengar umpatan
ketika aku mogok berjalan. Kau salah memilih! Tak bisakah kau melihat ketulusan?
Aku sungguh peduli padamu.
Hingga hari itu, kau membawaku pergi, namun kali ini tanpa dia.
Hanya kita berdua, kau curahkan rasa kecewa tentang gadis yang pernah dipuja-puji.
Dulu, kita bertiga dalam satu tempat yang sama betapa menyakitkan melihat
kedekatanmu. Namun, kini lebih menyakitkan saat melihat butir kristal keluar
dari netramu. Kumohon jangan begitu karena engkau kekuatan untuk tetap bertahan.
Kau bilang gadis itu pergi dengan seorang pria ber-Ninja. Bisakah cinta
terabaikan karena Ninja? Tetap sederhana itulah yang kumau. Karena cinta bukan
diukur dari materi, karena cinta bukan didapat dari apa yang kau miliki. Justru
cinta sesungguhnya adalah ia yang bisa menerimamu apa adanya, seperti halnya
diriku yang bisa menerimamu apa adanya.
Aku memang tak bisa memberi lebih dari yang kau mau. Namun,
aku selalu menemanimu di saat suka dan duka. Kemarilah, mendekatlah, jangan
ragu! Akan kubawa ke manapun kau mau, ke tempat yang bisa menenangkan hatimu.
Atau mungkin ke tempat yang bisa menghiburmu. Berharap suatu saat nanti akan
ada yang mendampingimu dengan setia. Usiaku kini tak muda lagi, semoga masih
ada waktu untuk menemani hingga kau dapatkan cinta sejati.
Kemarin, kutemukan sepucuk surat cinta darimu. Jantungku dag
dig dug tak karuan, mengertikah engkau perasaanku selama ini? Aku tak menyangka
mendapatkan surprise yang luar biasa setelah bertahun-tahun kebersamaan kita.
Kau bilang sayang padaku, tentu saja aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Aku
akan mati dilebur waktu karena pada akhirnya aku hanya akan menjadi penghuni
garasimu.
Selamat malam Cinta, meski tak romantis kuharap esok pagi kau
baca surat balasan ini dariku.
Dari motor bututmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar