Minggu, 06 September 2015

Celoteh Inspirasi Februari_ Cinta, Salahku Mengenalmu!

Oleh : Nanae Zha

Kursi di taman itu menjadi saksi ketika semua harap terpupus. Setahun lalu di awal Pebruari, aku bertemu Tami, gadis yang mampu memikat hati hanya dalam hitungan detik. Tapi, aku lupa untuk berhati-hati dengan perasaan yang tak bisa diajak kompromi.

“Maaf, Kakak yang bernama Gie?” sapa seorang gadis dengan rambut sebahu dan kaca mata tebal. Itu penampilan unik yang jarang terlihat di kawasan kantin kampus. Biasanya tipe seperti ini akan memenuhi ruangan perpustakaan.

“Iya.” Aku mengangguk.

“Saya Tami, Kak. Mau mewawancarai untuk majalah kampus. Bisa?”

Setelah hari itu, aku dan Tami sering bertemu di perpustakaan atau taman kampus. Dari mulai sharing komunitas sosial hingga cerita pribadi yang akhirnya bisa kubagi dengan sosok bernama wanita.

Tami, memiliki daya tarik yang tak dimiliki gadis lain. Aku cukup nyaman bersamanya, meski sifat kekanak-kanakan Tami kadang muncul, gadis manja dan sedikit ceroboh. Entah kenapa dan siapa yang memulai? Rasa sayang itu pun tumbuh dan berkembang menjadi cinta.

***

“Gie, Papa kamu sudah kembali dari Sulawesi.” Tiba-tiba Mama menyadarkanku dari lamunan panjang. “Besok kita akan makan malam bersama,” ujar Mama lagi dengan ekspresi riang di balik senyumnya.

Hal itu membuatku merasa heran dengan Mama. Kenapa harus berpisah jika dalam hati menyimpan cinta? Dulu terlalu kecil untuk memahami itu semua, kini terlalu dewasa untuk memaklumi cinta yang masih belum bisa kupahami.

Malam itu, Mama membongkar semua isi lemarinya. Seperti kembali ke dua puluh lima tahun lalu, akan menghadapi kencan pertamanya. “Mama masih cinta sama Papa?”

Pertanyaan yang mengalihkan dunianya sesaat dari tumpukan dress. Ia memandang lalu tersenyum, kemudian kembali fokus pada gaun di hadapannya. Cukup senyum Mama menjawab pertanyaan, tapi masih ada rasa penasaran. “Lalu kenapa dulu kalian berpisah?”

Kali ini Mama kehilangan fokus, matanya nanar, saat itu dirinya begitu muda dan labil. Ia tak bisa mengendalikan ego dengan akal dan mengendalikan akal dengan perasaan. Keegoisan masa mudanya membawa ke jurang penyesalan. Itu sebabnya aku menghindari cinta karena cinta ternyata Mama pernah terluka, dan aku pun tak ingin terluka.

***

Aku mengikuti Mama memasuki restoran. Sosok pria dewasa bertubuh tegap, dengan kemeja biru langit, rapi dan elegan yang pernah menggendongku telah menunggu. Tak heran jika Mama tak bisa melupakannya. Entah apa yang pernah terjadi di antara mereka, bagiku melihat keluarga berkumpul merupakan surga dunia.

“Apa kabar?” Papa menatap, memeluk hangat sambil menepuk pundakku.

DEG! Aku tertegun dengan seorang gadis di samping Papa.

“Kenalkan ini anak Papa.”

“Anak?” Detak jantung berpacu lebih cepat, memang mereka sudah lama berpisah, dan tampaknya Mama tidak kaget dengan kabar ini. Mungkinkah sebelumnya Mama sudah tahu kalau aku punya saudara perempuan?

“Kakak,” ucapnya terasa asing di telingaku. Gadis berkacamata tebal yang menarik perhatian di kampus itu adalah adikku sendiri.

“Apa kamu tahu sebelumnya, kalau kita saudara?” tanyaku pada Tami saat kesempatan itu ada. Ia mengangguk, tersenyum. Baru kuingat rengekan manjanya saat itu hanyalah sebatas adik pada kakaknya.

Biarlah ini semua menjadi rahasia, biar kukenang ia sebagai cinta pertama yang mengajariku patah hati. Cinta terlarang, tak seharusnya aku mengenalmu.



***

Tidak ada komentar: